Empat Konsep Kehidupan Masyarakat

Konsep kehidupan masyarakat yang bagaimanakah yang paling baik di dunia ini? Apakah konsep sosialisme ataukah konsep kapitalisme? Dua-duanya sudah dicoba. Pertanyaan terakhir, adakah Al Qur’an sebagai pedoman hidup manusia (umat Islam) mampu menjawab tantangan ini? Di dalam surat Al Balad yang disebut dengan surat tentang negara, Al Quran mengatakan ada empat konsep kehidupan masyarakat. Apabila seorang presiden, gubernur, bupati, walikota dan lurah memegang empat prinsip ini maka tugas kepemimpinan yang diberikan kepada seseorang pemimpin itu bisa menyelesaikan persoalan.

Apa tugas yang diberikan oleh Allah kepada seorang pemimpin? Allah memberikan dua amanah keseluruh makhluk di dunia ini yaitu amanah kepemimpinan dan amanah ibadah. Amanah kepemimpinan disebut di dalam hadits qudsi yang tingkatnya sama dengan Quran. Ketika seseorang pemimpin mampu melaksanakan amanahnya, maka dia ditempatkan oleh Allah paling pertama masuk surga dan mendapat naungan dari Allah. Tapi tentu pemimpin yang mempunyai tujuan ikhlas, sehingga disebut disitu “Pada hari manusia dibangunkan dari alam kubur, mereka dikirim ke alam mahsyar”, maka kata Allah bahwa pemimpin yang adil adalah perioritas pertama mendapatkan penghamparan-penghamparan yang hijau masuk kedalam surga, mendapat perlindungan di alam mahsyar. Bukan ulama, cendekiawan, pengusaha tapi pemimpin.

Persoalannya kepemimpinan ini sangat berat. Ketika seseorang menerima amanah kepemimpinan dan ia tidak mampu melaksanakan tugasnya, maka yang paling pertama masuk neraka adalah pemimpin. Oleh karena itulah Imam Al Gazali menyebut, apabila diijinkan rukun islam yang keenam itu adalah pemimpin wajib menegakan kepemimpinan di bumi ini. Di negara ini maupun di dunia, kita sangat cemburu kepada kepemimpinan agama katolik, dia mempunyai kepemimpinan dunia. Tapi ketika kita bertanya siapakah pemimpin Islam dunia hari ini? siapakah pemimpin Islam tingkat nasional? Kita belum punya. Yang ada baru ketua ormas Islam, ketua partai-partai Islam tapi bukan pemimpin Islam. Inilah salah satu sebab kenapa Islam di negara ini tidak bisa meningkat secara kualitas dalam politik, sosial, budaya dan ekonomi.

Oleh karena itulah maka di dalam hadits Rasul, ketika tiga orang berjalan maka satu wajib ditunjuk menjadi pemimpin. Apalagi di dalam kelompok seratus delapan puluh juta umat Islam. Ketika orang meninggal dunia tidak tahu siapa pemimpinnya maka matinya adalah matinya orang jahiliyah. Apa yang harus dilakukan oleh umat islam hari ini? Tentu kita harus mengkaji kembali dan membuka Al Quran. Quran bukan hanya dibaca dan dihafal saja tentu harus dianalisis sebab yang paling pertamakali menunjuk terhadap pengetahuan dunia, itu adalah Al Quran. “Aku ajarkan manusia dengan ilmu yang belum pernah mereka ketahui”. Yang paling ditantang oleh Allah kepada manusia yaitu tentang ilmu pengetahuan. Bagaimana anda melihat “Aku ciptakan unta dimuka bumi”, itu harus menjadi tadabbur untuk para ahli biologi, “Aku angkat langit yang tidak pakai tiang”, itu menjadi tantangan fisika. Bagaimana terjadinya polemik bahwa dunia itu bulat dan ada yang mengatakan bahwa dunia itu terhampar. Di dalam Al Quran disebut dunia itu terhampar, kemajuan Barat yaitu setelah mereka menterjemahkan ilmu-ilmu islam kepada bahasa mereka hari ini.

Maka dalam rangka mencapai kemaslahatan masyarakat, di dalam Al Quran ada empat konsep. Apabila seorang pemimpin mau menjadi pemimpin yang mampu mensejahterakan masyarakatnya, ada empat hal yang harus diperhatikan.

Yang pertama adalah bebaskan kehidupan manusia pada sebuah negara daripada perbudakan. Indikator perbudakan adalah kebodohan, kemiskinan dan ketakutan. Kebodohan tentu dengan pengetahuan dan ilmu yaitu pendidikan. Dunia menyatakan negara yang maju itu adalah pendidikan, kesehatan dan daya beli masyarakat.

Yang kedua adalah kemiskinan yaitu harus dijadikan sebagai sebuah sinergitas antara yang kaya dengan yang miskin. “Tidaklah termasuk pada kelompok kami apabila seorang yang status sosialnya tinggi (yang kaya) tidak memperhatikan orang yang kecil dan miskin, tidaklah termasuk kelompok kami kalau orang yang kecil dan miskin tidak menghormati kepada orang yang status sosialnya tinggi”. Ini artinya di dalam ajaran Islam dua kelompok ini harus disinergikan. Ketika terjadi paradok antara yang kaya dengan yang miskin, maka itu akan terjadi paradok sosial. Kita melihat sejarah Eropa, Perancis, Inggris dan Amerika pada awalnya karena persoalan perbudakan. Tentu saja bagi umat Islam bahwa globalisasi ini adalah merupakan tantangan dan tuntutan. Di satu sisi dengan adanya globalisasi melahirkan berbagai liberalisasi dalam bidang politik, hukum, ekonomi dan sosial budaya. Dalam bidang politik melahirkan keuangan yang maha kuasa, menggeser ketuhanan yang maha esa.

Hari ini seorang yang akan menjadi pemimpin dia harus mempunyai uang tebal, ini sebuah bahaya nasional, sebuah bahaya dari kehidupan masyarakat. Sebab apabila seorang muslim meletakan materialisme di dalam kehidupannya, Allah sudah mengancam “Apabila seorang meletakan segala sesuatu diukur dan pada nilai materi, Aku akan cabut kehebatan Al Quran dan jiwanya”. Kemudian akan ada suatu sistem sosial masyarakat ketika seorang sudah dicabut kehebatan islam pada dirinya, dihilangkan oleh Allah keberkahan wahyu, keberkahan Quran pada masyarakat itu. Globalisasi dalam bidang hukum melahirkan liberalisasi hukum, kita punya sistem peradilan tapi keadilan masih jauh dari kita. Al Quran menyebut konsep seorang pemimpin harus memperhatikan kondisi sembilan bahan pokok, jangan sampai diserahkan kepada pasar. Ketika sembilan bahan pokok tergoncang maka akan menimbulkan paradok sosial pada sebuah negara dan masyarakat, itulah Al quran berbicara tentang konsep kedua. Sehingga harus pandai mengendalikan daya beli masyarakat.

Yang ketiga, Allah menitipkan kepada manusia yaitu tentang anak yatim. Anak yatim bukan di dalam pengertian etimologi tapi anak yatim di dalam pengertian terminologi, orang yang tidak mampu membaca Al Quran, walaupun usianya sudah lima puluh tahun maka ia termasuk anak yatim.

Kemudian konsep yang keempat adalah pemelihara orang yang miskin. Orang yang miskin tidak mungkin dihilangkan daripada kehidupan masyarakat, sebab kemiskinan akan menyatu. Adanya orang yang kaya, adanya orang yang miskin. Oleh karena itulah, maka di dalam UUD ’45 diletakan kewajiban negara tentang orang yang miskin ini, apalagi di dalam agama. Orang yang tidak memelihara anak yatim dan miskin dikatakan orang yang mendustakan agama.

Oleh, Prof. Dr. H. Dedi Ismatullah, SH.