Hijrah

Sekarang kita sudah memasuki bulan November dan awal bulan Hijriah. Ini dua hal yang dapat kita maknai, bagaimana Hijrah dan bagaimana kita mewujudkan sumpah pemuda. Karena itu bertepatan dengan tema kali ini, mari kita tekadkan untuk mengimplementasikan nilai Hijrah sepanjang masa.

Sebagaimana kita ketahui bahwa pelaksanaan hijrah telah dilakukan oleh Rasulullah saw. Pada masanya Allah mengutus untuk melaksanakan hijrah dari Mekah ke Madinah. Apa yang diwujudkan oleh Rasul, berbagai pemahaman dan makna banyak yang dapat kita ambil. Yang paling mendasar adalah bagaimana Rasulullah saw telah melaksanakan dakwah selama 13 tahun, keberhasilannya terlihat yaitu dengan banyaknya kaum musyrikin Quraisy yang memeluk agama Islam secara bertahap. Tetapi disamping keberhasilan yang didapat juga tidak sedikit tantangannya. Inilah sebuah strategi yang dilaksanakan untuk mengokohkan bagaimana dakwah itu lebih berhasil. Demikian halnya ada yang memberikan makna terkait dengan hal tersebut yaitu agar kita menjadikan kekuatan kita lebih kokoh dalam menghadapi kesulitan yang lebih besar. Sebagai contoh kecil, rasul dalam posisi untuk keluar dari kota mekah sudah menghadapi berbagai tantangan di mana kaum musyrikin akan membunuhnya. Namun demikian tidak menyurutkan semangatnya sekalipun Abu Bakar merasa khawatir terhadapnya untuk melaksanakan hijrah yang di maksud.

Yang dibawa oleh Rasul, tiada lain kecuali bagaimana mengokohkan keimanan kepada Allah dan meyakinkan Allah yang satu tidak ada penolong yang lain. Dan itulah yang dibawa selama perjalanan dari Mekah ke Madinah dengan perjalanan waktu yang tidak seperti sekarang, ada bis atau pesawat, tetapi berjalan kaki. Pelaksanaan hijrah sudah selesai dilaksanakan oleh Rasul dari Mekah ke Madinah. Bagaimana implementasi kaitannya dengan kondisi kekinian kita? Pertanyaan penting yang harus kita jawab dan kita lebih resapi lagi. Sudahkah kekokohan dan keimanan kita itu teruji? Sudahkan kita menjadikan sebuah penghambaan hanya kepada Allah? Jika kita lihat fenomenanya, tidak sedikit pada zaman sekarang orang lebih berorientasikan kepada sebuah pemaknaan dimana nilai-nilai yang di luar kepada Allah itu seringkali lebih di utamakan. Sebagaimana sudah kita nyatakan “inna solati, wanusuki, wamahyaya, wamamati, lillahirabbil ‘alamin”, apakah sudah betul teruji dalam kedirian kita. Ini sebuah pernyataan, kenapa demikian? Sebab pada saat sekarang ini, jikalau orang mengungkapkan tentang materi terlihat seperti materi itu segala-galanya sehingga menghalalkan berbagai cara. Ketika berbicara kepentingan, apapun dilakukan bahkan yang batilpun dilakukan. Jika ini sudah menjadikan bagian dari kedirian kita, maka persoalan berikutnya akhlakpun tidak baik.

Makna hijrah yang harus diwujudkan saat ini adalah bagaimana hijrah dari perjalanan Rasul itu menjadikan hijrah kita sepanjang masa. Rasul menyatakan kepada kita “hijrah itu adalah bagaimana kita menjauhkan atau meninggalkan dari hal-hal yang dilarang oleh Allah”. Karena itu pantas jika kita melaksanakan shalat, belum tentu mendirikan shalat, kenapa? Sebab orang yang mendirikan shalat itu sudah mencakup keseluruhan. Sehingga kita terkadang menjadi orang yang egois ketika kita menjadi orang yang kenyang perutnya, sementara di lingkungan kita ada yang lapar. Itu adalah salah satu hal yang menunjukkan bahwa kita sering kali lebih mengutamakan aspek secara ritual tetapi sering kali lupa pada aspek-aspek yang sifatnya sosial.

Demikian halnya sikap di dalam hidup kita. Saat ini seringkali orang susah mengucapkan terimakasih, jika dibandingkan dengan menghujat, menggugat dan lainnya. Bukankah kita selalu mengungkapkan bahwa Islam itu damai? Tapi mengapa sekarang orang susah untuk mengungkapkan apa yang menjadi kebesaran hati. Dalam sebuah suasana yang menjadikan tontonan masyarakat,kita melihat bagaimana tiba-tiba yang namanya bangku ikut terlempar, dan banyak hal lain yang tidak patut untuk kita lihat. Ini adalah sebuah hal yang harus kita pahami, bagaimana kita bercermin pada diri kita dan mempertanyakan sudahkah kita berhijrah dengan sebaik-baiknya.

Ringkasnya bagaimana kita berhijrah dari kejahiliyahan menuju keislaman yang sesungguhnya, hijrah dari kekufuran menuju iman, hijrah dari kesyirikan menuju tauhid, hijrah dari maksiat menuju taat, hijrah dari yang haram menuju yang halal, hijrah dari prilaku yang jelek ke yang baik. Itu barangkali yang seharusnya kita terus lakukan, karena hal tersebut tidak akan berlaku selama kita memahami hijrah hanya pindah dari tempat ke tempat lain. Allah menyatakan kepada kita “Barang siapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rejeki yang banyak”. Barang siapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasulnya, kemudian kematian menimpanya sebelum sampai ke tempat yang menjadi tujuan kita, maka sesungguhnya telah tetap pahalanya di sisi Allah dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Oleh karena itu kita harus tetap istiqomah. Jika kita istiqomah kepada Allah, maka niscaya Allah akan memberikan yang disebut kebahagian kepada kita. Itulah kebahagiaan yang harus kita capai yaitu kebahagiaan yang hakiki di dunia pada saat ini dan akhirat kelak.

Dengan pernyataan yang harus kita maknai lebih dalam lagi, maka diungkapkan sebagaimana muawiyah mendengar kata Rasulullah “Tidak akan terputus hijrah itu hingga terputusnya (kesempatan) bertaubat, dan tidak akan terputusnya taubat kecuali hingga terputusnya matahari terbit dari barat”. Mudah-mudahan kita dapat melaksanakan dan sekaligus mengokohkan untuk mewujudkan hijrah dalam arti sebaik-baiknya, dan Allah memberikan kemudahan ketika kita menjalankan hijrah.

Oleh, Dr. H. Mufid Hidayat, M.A.