Keikhlasan dalam Beribadah

Dalam hadits qudtsi Allah SWT berfirman:

“Wahai manusia hendaknya engkau melakukan sesuatu perbuatan ikhlas semata-mata karena Allah SWT. dan sesungguhnya Allah tidak akan pernah menerima segala apa yang kamu lakukan, segala amal yang kamu lakukan kecuali di dasari dengan ikhlas karena Allah SWT.”

Sabda Rasulullah Muhammad saw, dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari Muslim:

“Maka sesungguhnya hak Allah terhadap para hambanya adalah menyembahNya dan tidak menyekutukanNya akan sesuatu, sedangkan hak para hamba dari Allah ialah ia tidak menyiksanya terhadap mereka yang tidak menyekutukanNya akan sesuatu.”

Makna esensial yang terkandung dalam sabda Rasulullah saw di atas sungguh jelas, bahwa kita sebagai hamba Allah akan memperoleh atau mendapatkan hak dari Allah berupa kasih sayang dan tidak akan mendapatkan siksaanNya sepanjang kita mampu secara istiqomah atau secara konsisten beribadah dan tidak menyekutukannya.

Pertanyaan reflektif bagi kita adalah: Seberapa besar konsistensi atau keistiqomahan kita dalam beribadah kepada Allah SWT? Pertanyaan ini penting mengingat seringkali kita mengalami fluktuasi atau pasang surut dalam menjalankan ibadah kepada Allah. Adakalanya kita sangat tekun atau terkadang pula kurang tekun atau bahkan sangat jarang intensitas ibadah kita kepada Allah SWT, jika demikian pastilah ada sesuatu pada diri kita.

Sejatinya kita senantiasa beristiqomah dalam menjalankan ibadah kepada Allah, namun kendala dan rintangan yang dihadapi memang tidak ringan bahkan bertubi-tubi menghujam diri kita. Dalam posisi seperti itulah diperlukan keikhlasan, ketabahan dan ketawakalan sebagai refleksi dari ketakwaan kita kepada Allah. Jangan sampai diri kita terjelembab kepada jurang kenistaan, manakala kita berputus asa dalam menghadapi dan mengatasi berbagai kendala dan tantangan yang kita hadapi dalam kehidupan ini.

Pesan moral yang Allah sampaikan di dalam firmanNya “Dan janganlah sekali-kali kamu berputus asa dari rahmat Allah SWT”. Sikap berputus asa sangat tidak mencerminkan sosok muslim yang tangguh, tegas, dan tidak merefleksikan sifat-sifat rasulullah Muhammad saw yang senantiasa tangguh dan kokoh dalam berpendirian manakala dihadapkan pada sejumlah tantangan kehidupan yang sedemikian berat sekalipun.

Sikap berputus asa hanya akan semakin menjauhkan kita dari rahmat dan ridho Allah. Sikap berputus asa hanya akan menenggelamkan sisi kemanusiaan kita dan akan menghantarkan kita pada kenistaan di mata manusia terlebih di mata Allah SWT. Sikap tersebut harus mampu kita hindari sejauh mungkin, agar kita dapat menunjukan kualitas penghambaan diri kita kepada Allah SWT. Rasulullah saw bersabda: “Orang mukmin yang kuat jauh lebih baik daripada orang mukmin yang lemah”. Dalam perspektif saya, makna kuat di sini sudah barang tentu berdimensi luas, tidak hanya berdimensi fisik semata melainkan kuat dalam dimensi mental spiritual. Dengan kuat dalam dimensi yang komprehensif tersebut akan menampilkan sosok muslim yang tangguh atau kokoh dengan ciri-ciri yang inhern diantaranya :

  1. Sabar dalam menghadapi ujian yang Allah berikan kepada kita
  2. Menyikapi ujian hidup tersebut dengan penuh kehati-hatian dan optimistis dalam memecahkan atau mencari solusi yang terbaiknya.

Dengan ketenangan dan optimistis tersebut yang dibalut dengan ketakwaan kepada Allah, maka ujian seberat apapun yang kita hadapi insya Allah akan mampu kita carikan jalan keluarnya yang terbaik.

Rasulullah Muhammad saw bersabda: “Wahai manusia, hendaknya engkau bersikap tenang. Maka sesungguhnya kebaikan itu dengan cara yang tidak tergesa-gesa” (HR. Bukhari). Panduan moral yang disampaikan oleh Rasulullah di atas sangat tepat untuk memandu kita dalam menyikapi berbagai ujian dan problema kehidupan yang begitu kompleks. Kita harus yakin, bahwa ketergesa-gesaan dalam menyelesaikan masalah hanya akan menyisakan persoalan baru yang boleh jadi aspek kuantitasnya semakin besar dan bersifat simultan kemunculannya.

  1. Selalu berprasangka baik, husnudzon kepada Allah atas segala ujian yang Allah berikan kepada kita.

Allah menguji kita dengan beragam ujian hidup, dimaksudkan untuk mengukur kadar keimanan dan ketakwaan kita kepadaNya. Besar kadar keimanan dan ketakwaan tersebut diimplementasikan dalam bentuk keikhlasan dalam menerima ujian hidup. Janganlah sekali-kali kita berpandangan bahwa ujian yang Allah berikan kepada kita melampaui batas-batas kemampuan kita. Pandangan ini sungguh keliru karena sesungguhnya Allah SWT sebagai dzat Yang Maha Kuasa dan Maha Mengetahui, pastilah dan tidak diragukan lagi, tahu persis bagaimana kadar kemampuan kita masing-masing sebagai hamba Allah. Allah berfirman: “Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan kadar kesanggupannya”.

2. Mengingat keterbatasan yang kita miliki, maka dalam menghadapi berbagai ujian tersebut sangat dibutuhkan kebersamaan atau saling tolong-menolong dalam berbuat kebaikan.

Banyak firman-firman Allah SWT di dalam Al Quran dan juga Hadits Rasulullah yang memberikan panduan moral akan pentingnya kebersamaan tersebut, antara lain dalam surat Al Ashr ayat ke 3 dijelaskan bahwa orang yang mengerjakan kebaikan serta saling menasehati untuk kebenaran dan kesabaran merupakan salah satu karakteristik manusia yang tidak akan memperoleh kerugian dalam kehidupannya. Yang kedua dalam surat Al Ma’idah ayat yang ke 2 “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan”. Pesan Rasulullah yang ketiga: “barang siapa yang membuat kebaikan dalam islam, maka baginya akan mendapatkan ganjaran, serta ganjaran dari orang-orang yang mengikuti sesudahnya tanpa dikurangi ganjaran sedikitpun. Dan barang siapa membuat satu perbuatan yang buruk maka baginya akan mendapatkan dosa, ditambah dengan dosa orang-orang yang mengikuti sesudahnya tanpa dikurangi sedikitpun dari dosa-dosanya.”

Tuntunan atau panduan moral sebagaimana tersurat dalam Al Quran dan hadits nabi di atas, pada dasarnya memberikan pedoman bagi kita, yaitu:

  1. Saling berbuat baik atau saling menolong terhadap sesama di muka bumi ini.
  2. Sejauh mungkin kita harus menghindari perbuatan buruk seperti bermusuhan, tidak saling memberi atau tidak saling menolong.
  3. Berbuat baik dan juga mengajak orang lain berbuat baik akan mendapatkan pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT. demikian juga sebaliknya manakala kita berbuat keburukan dan mengajak berbuat keburukan kepada orang lain, maka akan mendapatkan dosa yang besar pula.

Oleh, Syaefullah Syam, M.Si.