Musibah Menelusuri Kehidupan, Menyelusupi Banyak Masalah

Perlu dicatat dan dimengerti bahwa tidak ada seorangpun dari kita sebagai hamba Allah yang tidak menerima musibah. Ada yang menyampaikan bahwa mungkin musibah itu diatur Allah agar kita menjadi pandai dan memahami hidup beragama. Oleh karena itu, Allah berfirman dalam surat Ath Thalaq, yaitu bahwa syarat paling pokok untuk pendekatan musibah-musibah itu ialah beriman kepada Allah, beriman kepada akhirat dan bertakwa. Jika pelajaran tentang takwa itu kita telusuri, dia adalah modal untuk menghadapi musibah-musibah. Maka di dalam ayat tersebut dinyatakan secara langsung bagian dari iman dan bertakwa, bahwa Allah akan memberikan solusi daripada kesulitan-kesulitannya itu, dan memberikan rizki dari arah yang tidak diduga-duga.

Perjalanan hidup adalah musibah, tetapi intinya ialah keinginan kita mendapat jalan keluar dan ujungnya ialah kita mungkin mendapatkan rizki dari Allah. Jika ada seseorang yang sedang duduk termenung seorang diri. Bisa ditebak, kalau tidak sedang memikirkan solusi atas persoalannya, pasti sedang memikirkan permasalahan rizkinya. Hari ke hari berderet urusan itu berulang dan berganti, tetapi kita lupa bahwa iman pada Allah, iman pada hari akhirat dan takwalah yang akan membuat kita mendapatkan hal-hal yang dijanjikan Allah itu. Berikutnya di dalam ayat pada surat tersebut: ”Dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya”. Ditambah lagi dalam ayat yang lainnya “Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya”. Dan pada ayat yang kelima “Dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan menghapus kesalahan-kesalahan dan akan melipat gandakan pahala baginya”. Ditambah berikutnya dinyatakan “Inilah kepastian kedewasaan di dalam hidup, maka Allah memberikan terangnya hati dan mengganti hati yang gelap menjadi hati yang terang”. Kemudian di dalam ayat yang kesebelas surat Ath Thalaaq “dan barangsiapa beriman kepada Allah dan mengerjakan amal yang saleh niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Sesungguhnya Allah memberikan rezki yang baik kepadanya”. Jika diurutkan, ayat-ayat tadi dimulai dari urusan keseharian yang sederhana, sampai kepada masalah-masalah yang akhirnya menjuruskan kita kedalam surga-Nya. Itulah proses-proses menghadapi musibah.

Musibah yang kita terima begitu banyak. Kita selalu ingin mendapatkan solusinya dan lupa mencari resepnya. Jangan pernah menuntut Allah, tetapi tanyalah pada dirimu, memangnya sudah benar kita bertakwa? Di situlah permasalahannya. Selain mengerjakan iman dan takwa, kita harus mengurus takwa kita yang benar. Para ulama menyampaikan bahwa pasangan takwa lahiriah itu ada bagian batiniah juga yang harus kita ikut sertakan, dan bagian batiniah itu tidak lain ialah satu anjuran bersangka baik kepada Allah, “Dan janganlah kamu mati sebelum bersangka baik kepada Allah”. Prosesnya secara lahir kita bertakwa benar-benar, secara batin harus berprasangka baik kepada Allah yang Maha Tinggi, Allah yang Maha Besar, Allah yang Maha Kuasa, Maha Mengetahui, Maha Memberi, Maha Kaya, mustahil membuat hidup kita masing-masing di dalam sakit, sengsara dan menderita, kalau itu terjadi pada diri kita itulah musibah. Dan barang siapa yang mampu menelusuri musibah-musibah itu dalam prasangka baik kepada Allah, maka di dalam penelusuran yang seperti itu kita diberikan kafarat untuk dosa-dosa kita tatkala berkaitan dengan musibah yang bersangkutan.

Jadi prasangka baik itu diiringi dengan takwa kita, maka akan membuat kita menjadi mendekati takwa yang haqqo Tuqootih, sehingga kita mulai memikirkan hasil-hasil janji Allah kepada mereka yang bertakwa akan mendapatkan hal-hal seperti tadi yang sudah disebutkan:

  1. Solusi dari persoalannya,
  2. Rizki dari tempat yang tidak di duga-duga,
  3. Kemudahan-kemudahan di dalam hidup ini,
  4. Akan mendapatkan hati yang terang, menggantikan hati kita yang karena memikirkan perjalanan hidup dan mencari penghidupan menjadi gelap dari hari ke hari.

Lahiriah kita boleh terkena sakit tapi batiniah kita pasti akan kena fitnah, dan fitnah batiniah itu tidak lain tetes demi tetes dari hasil godaan syetan yang akhirnya membuat hati kita menjadi gelap. Mendekat dan bertakwa kepada Allah akan membuat hati yang gelap itu dirubahnya menjadi terang. Hati yang terang akan mendorong kita untuk berbuat kebaikan di dalam kesempitan, niscaya janji-Nya ialah bahwa kita akan diberi surgaNya dan tinggal disana untuk selama-lamanya, dan itulah rizki yang terbesar dari Allah, rahmat yang terbesar di dalam perjalanan hidup kita. Tidak ada kesenangan, tidak ada kemudahan dan tidak ada kebaikan akhirat kecuali dengan menelusuri hidup, penghidupan dan kehidupan dengan berbagai masaah-masalah tadi.

Sekali lagi perlu digaris bawahi bahwa tidak mungkin di dalam hidup kita bebas dari musibah. Dan jika kita berprasangka baik, maka jadilah musibah itu berubah namanya menjadi ujian dari Allah untuk kita. Terimalah musibah dengan hati bahwa dia ujian dari Allah. Dan jika kita pandai menghadapi musibah atau ujian itu, kita akan mendapatkan keampunan dosa, hati yang terang dan selanjutnya seperti tadi yang disampaikan sebagai janji Allah di dalam ayat-ayat surat Ath Thalaq.

Sebagai penutup, karena hidup mempunyai hati yang hitam terkena fitnah dari godaan syetan, maka kita juga dianjurkan untuk banyak beristighfar. Rasulullah juga menyatakan, istighfar itu akibatnya sama dengan apa yang ditulis di dalam surat Ath Talaq itu “Barangsiapa membiasakan beristighfar, maka Allah melapangkan kesempitannya dan memudahkan segala kesulitannya dan memberi rizki kepadanya dari arah yang tidak disangka-sangka”. Pekerjaan kita adalah saling menasehati agar tetap takwa. Dan kemudian takwa kita berkembang menjadi takwa haqqo Tuqootih yang hanya mungkin menurut para ulama jika kita mengiringinya dengan proses di dalam batin.

Dengan demikian semoga Allah menuntun kita dalam kehidupan dan mencari penghidupan, mengatasi musibah dan ujian hidup, dicukupi di dalam berbagai kebutuhan, beristiqomah di dalam bertawakal, serta mampu berbuat kebajikan walaupun dalam keadaan kita mendapat kesulitan, tidak lupa pula memperbanyak istighfar pada tiap-tiap waktu.

 

Oleh, dr. H. Rahman Maas