Proses Pembelajaran

Ketika Kabil anak Nabi Adam sedang bingung, bagaimana cara menguburkan adiknya Habil yang telah dibunuhnya, tiba-tiba datanglah seekor burung gagak yang mencakar bumi sampai agak dalam, dari sanalah Kabil belajar, sampai dia berkata “Apakah saya tidak bisa melakukan seperti yang dilakukan burung itu?”.

Peristiwa tersebut adalah peristiwa alamiah, perilaku hewan tapi dipandang penting oleh Al Quran sampai direkam secara sangat apik. Sebagian tafsir menjelaskan, beberapa hari dia bingung bagaimana menguburkan adiknya. “Kemudian Allah mengirimkan burung gagak yang mencakar di bumi supaya memperlihatkan kepada Kabil bagaimana cara menguburkan”. Apakah ayat tersebut sedang berbicara, bahwa perilaku binatang dan alam itu atau binatang dan alam itu memiliki kehendak dan kesadaran tinggi, sehingga perilaku-perilakunya menjadi solusi untuk sebagian permasalahan manusia? Mungkinkah burung gagak itu survei dahulu apa yang sedang dibingungkan oleh Kabil? Tentu kita akan kesulitan untuk membenarkan pikiran itu, sampai saat ini belum ada perilaku binatang yang betul-betul di dasari kesadaran dan kehendak tinggi.

Ayat tersebut justru menjelaskan bahwa perilaku alam, binatang itu memiliki kehendak yang lebih tinggi yang tidak keluar dari dirinya tetapi ada yang mengaturnya, sehingga kehendaknya jauh lebih dalam di luar jangkauan kemampuan alam itu sendiri. Ayat tersebut pun menjelaskan bahwa Allah melalui segala fasilitas alam dan kehidupan ini benar-benar membelajarkan manusia. Dalam perspektif Quran segala peristiwa, kejadian, kenyataan baik alam ataupun kehidupan adalah proses pembelajaran dari Allah untuk manusia. Tidak kurang dari 700 ayat, fenomena alam diangkat dan tujuannya sama. Sebagai contoh Allah mengangkat “Dan Allah yang menggerakan angin, kemudian angin itu menggiring uap, kemudian menggelar uap itu di langit sebagaimana Dia kehendaki, kemudian dibuatnya menggumpal, kemudian kamu lihat percikan turun daripadanya”. Apakah Al Quran sedang bicara teori hujan atau sirkulasi air di bumi? Ya, tapi dengan gaya bahasa yang sangat benar “Allah lah yang mengatur semua itu”. Di sini Allah begitu cemburu, dengan menekankan itu, kalau-kalau manusia mengkaji alam, mengkontruksi ilmu, itu hanya sebatas fenomena alam.

Pada ayat lain, kecemburuan Allah sangat terasa “Apakah kalian berpikir tentang air yang kami minum, kamu kah yang menurunkannya dari awan ataukan kami? Kalaulah kami jadikan hujan itu pahit, dimana penguapan semua yang terlarut di air di uapkan, kenapa kamu tidak syukur?”. Allah benar-benar cemburu, agar manusia berpikir, mengkontruksi ilmu, berakumulasi dengan mengagungkan Allah. Sebab menetralkan ilmu dan seluruh upaya pengembangan keilmuan dari kehadiran yang gaib itu adalah awal dari kesalahan manusia. Al Qur’an mengatakan “Kamu jangan seperti orang-orang yang suka melupakan Allah, kemudian Allah jadikan mereka lupa diri”. Di jelaskan lupa diri dalam ayat lain “Orang yang perilakunya di dunia itu salah (keluar dari yang diharapkan oleh Allah), sedangkan mereka mengira bahwa mereka telah berbuat baik”. Bahkan Allah mencoba mencontohkan kesalahan-kesalahan orang kafir dalam menganalisis alam dan mengkontruksi ilmu “Tatkala mereka melakukan pengamatan kepada hujan, bagaimana ia turun. Mereka akan menyimpulkan, itu awan yang terakumulasikan yang menggumpal”. Tentu saja benar secara alamiah, tapi Allah tidak menghendaki begitu. Tatkala hanya sebatas rasional dan empirik, maka keagungan hanya berujung di sana. Maka tidak salah kalau kemudian Al Qur’an mengatakan manusia akan menjadi arogan. Allah menegur setelah ayat itu “ Biarkan mereka begitu sampai mereka samapai kepada hari di mana mereka akan diletakan dengan azab”.

Ini adalah bimbingan pembelajaran dari Allah. Agar seluruh fasilitas yang Allah berikan untuk memanjakan manusia ini tidak berbalik memperdaya manusia. Karena itu Rasulullah bersabda “Siapa tambah ilmu tapi tidak tambah hidayah maka akan tambah jauh saja dari Allah”. Rasulullah bersabda di hadits lain “Tidaklah kumpul orang-orang dalam satu majelis, kemudian berpencar disana tidak ada mengagungkan Allah, maka majelis itu hanya akan menjadi penyesalan bagi mereka nanti di hari kiamat”.

Beruntung sekali Allah menempatkan kita dalam proses pendidikan, kita memiliki tugas pembelajaran bagi siswa/anak didik kita. Dalam waktu yang sama Allah pun membelajarkan kita, semuanya sedang dibelajarkan termasuk cara kita menegur, itu pembelajaran Allah kepada kita. Segala yang kita alami adalah pembelajaran dari Allah, maka alangkah baiknya di tahun ini kita melakukan evaluasi, apakah pembelajaran yang lalu dikembangkan dengan berpihak kepada harapan Allah atau berpihak kepada pikiran yang lain termasuk pikiran kita sendiri. Al Quran menyerukan “Wahai orang beriman, hendaklah masing-masing individu mengevaluasi apa yang telah dilakukannya untuk hari esok”. Ajakan evaluasi ini dibingkai dengan ittaqullah dan di akhiri dengan ittaqullah.

Oleh, Dr. Aam Abdussalam, M.Pd.