Segera Kembali ke Al Quran dan as-Sunnah

Nabi Muhammad SAW bersabda, “Aku telah tinggalkan kepada kalian dua perkara. Kalian tidak akan sesat selama berpegang kepada keduanya, (yaitu) Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya”(HR. Al Hakim)

Sudah menjadi ketetapan, kita ditakdirkan hidup pada era global. Berbagai filsafat, aliran, dan agama saling menunjukkan eksistensinya di atas landasan Hak Asasi Manusia (HAM). Gesekan antar umat beragama kerap terjadi, ketika penganut agama tertentu “mendakwahkan” keyakinannya kepada penganut agama lain. Konflik juga sering terjadi manakala sebuah aliran menggunakan nama dan simbol-simbol tertentu yang menyerupai agama yang telah eksis sebelumnya. Ummat Islam harus sensitif karena sering dirugikan oleh pihak-pihak tertentu yang berniat merusak Islam.

Bagi yang tidak memiliki ilmu dan keyakinan yang kokoh, kondisi saat ini sangat mencemaskan. Untuk mewaspadainya, sebaiknya kita mengenal pola gerakan mereka. Dalam pengamatan penulis, setidaknya ada dua desain besar untuk menghancurkan ummat Islam yaitu penguasaan wilayah dengan kekerasan. Bentuknya mengusiran, membuat kekacauan, perampasan sumber kehidupan, dan pemusnahan (genosida). Adapun grand desain lainnya adalah melalui cara-cara yang lunak, yaitu melalui pengendalian politik, penguasaan sistem ekonomi, pengalihan budaya dan gaya hidup, membuat agama “tiruan” yang mirip dengan Islam, menanamkan kebencian kepada tokoh-tokoh pejuang Islam (misalnya membenci para sahabat Nabi SAW) dan membuat aturan baru (bid’ah).

Grand desain dengan kekerasan telah banyak kita saksikan di berbagai belahan benua. Bentuk penguasaan wilayah misalnya terjadi di Palestina, membuat kekacauan di Mesir dan Suriah, dan pemusnahan generasi pernah terjadi di Bosnia, serta gangguan keamanan ummat Islam terjadi di Xinjiang-Cina, Pattani-Thailand, dan lain-lain. Pola ini akan terus terjadi, ketika ummat Islam terlihat lemah dan kohesi sosialnya (ukhuwah) rapuh. Sebaliknya pada saat Ummat Islam yang masih menunjukkan kohesi sosial yang kuat, mereka akan menggunakan cara kedua yaitu dengan cara yang halus, merayap tetapi pasti. Walaupun dengan bentuk yang berbeda, tetapi memiliki pola yang sama yaitu:

  1. Merusak nama baik dan atau membunuh karakater para generasi awal ummat Islam sepeninggal Rasulullah SAW. Mereka yang dirusak namanya adalah para keluarga Nabi, para sahabat, generasi tabiin, dan generasi tabit tabiin. Tujuannya agar ajaran Islam mudah dibelokkan dan tidak sampai kepada generasi penerusnya. Informasi tentang praktik ibadah yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW, dicoba dibuat samar-samar, bahkan belakangan telah banyak diganti dengan cara-cara beribadah lainnya yang tidak sesuai dengan cara-cara beribadah Rasulullah SAW. Dalam terminologi kita, mereka adalah ahli bid’ah yang membuat aturan baru yang tidak dicontohkan. Selain itu, kelompok ini juga sengaja menggunakan strategi “belah bambu”; sebagian dari sahabat Nabi SAW diangkat dan disanjung-sanjung tetapi sebagian lainnya dihina, dilecehkan, dan dikafirkan. Dengan cara ini tentu saja menimbulkan kekacauan dan perselisihan.
  2. Gerakan kedua adalah membuat agama “tiruan” yang mirip sekali dengan Islam. Mereka terlihat lebih takwa dengan cara menggunakan simbol-simbol Islam, dan mereka berhasil merekrut para penganutnya dari kalangan intekektual. Dengan kepandaian berlogika dan membuat tafsir baru, mereka mengangkat nabi lain setelah Rasulullah SAW. Padahal Islam secara tegas menjelaskan bahwa tidak ada lagi Nabi dan Rasul setelah Nabi Muhammad SAW. Urusan ini menjadi sangat rumit dan menimbulkan konflik yang berkepanjangan karena dibenturkan dengan isu HAM dan kebebasan berekspresi. Jika mereka tidak menamakan dirinya penganut agama Islam, barangkali urusannya segera beres. Namun karena mereka mengklaim dirinya sebagai penganut Islam padahal tidak mengakui Rasulullah SAW sebagai rasul terakhir, maka inilah yang menjadi sumber konflik.
  3. Pengalihan budaya dan gaya hidup ummat Islam untuk dijauhkan dari ajaran agama yang dianutnya. Gerakan ini awalnya tidak merusak pilar-pilar pokok Islam, karena memulainya dari mengubah persepsi ummat Islam terhadap kehidupan beragama, namun pada akhirnya akan merusak sendi-sendi ajaran Islam secara keseluruhan. Targetnya, ummat Islam melupakan identitasnya dan larut ke dalam kehidupan global. Banyak identitas Islam yang telah “terserabut” dari kehidupan Ummat Islam, seperti malu memakai jilbab, makan memakai sendok dan garpu, dan setelah makan sendok dan garpunya ditupuk-silangkan seperti tanda salib, pergeseran penggunakan closet jongkok diganti dengan closet duduk, dan lain-lain.
  4. Berusaha mengendalikaan politik dan penguasaan sumber daya ekonomi di berbagai negara yang penduduknya mayoritas beragama Islam. Dengan bentuk dan sistem politik demokrasi liberal, mereka telah mampu menguasai dan mengatur kepemimpinan ummat Islam di hampir seluruh dunia. Ada dua keuntungan yang mereka peroleh, pertama mendapatkan kemudahan untuk memperoleh sumber daya alam dari negeri-negeri Muslim dan kedua mendapat peluang untuk melakukan gerakan penghancuran lebih lanjut.
  5. Bentuk kelima adalah kriminalisasi Islam dengan tuduhan terorisme dan anti toleransi. Rangkaian peristiwa sejak 11 September 2009, Al Qaida, bom Bali dan ISIS adalah kriminalisasi Islam. Bisa jadi ada sebagian kelompok Islam garis keras yang terlibat, tetapi itu bukanlah cara yang dibenarkan oleh Islam. Sebagian besar ummat Islam di dunia menentang gerakan mereka, tepi isu kriminalisasi akhirnya sudah melekat kepada Islam. Muncullah islampobhia di berbagai belahan benua.

Kita yang ingin tetap kukuh mengikuti ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW sebaiknya mulailah banyak belajar. Ilmu agama yang telah kita miliki selama ini, yang diperoleh dari orang tua secara turun temurun, tidaklah cukup untuk menangkal gerakan mereka. Cara ampuh yang sekarang mereka lakukan adalah membuat tafsir baru terhadap isi Al Quran sehingga memiliki persepsi yang berbeda dari pemahaman yang disampaikan oleh Rasulullah SAW. Cara yang lainnya adalah “merusak” kredibilitas para penyampai hadits dengan cara mengkafirkannya. Dengan cara itulah, semua hadits yang disampaikan oleh para keluarga Nabi dan para sahabatnya secara otomatis akan ditolak. Jika kita hanya memiliki ilmu agama yang terbatas dan tidak kokoh pendirian, maka kita akan mudah tertipu.

Bagaimana kita dapat terhindar dari pengaruh mereka? Satu-satunya jalan adalah kembali kepada Al Quran dan As Sunnah. Al Quran yang mana? Al Quran yang diwahyukan Allah SWT kepada Rasulullah SAW, mushaf-nya dihimpun oleh para sahabat Nabi sejak kekhalifahan Abu Bakar as-Siddiq dan diberi harakat atau tanda baca oleh para sahabat pada jaman kekhalifahan Usman bin Affan. Tidak ada perselisihan dan peperangan antar ummat Islam tentang kelengkapan mushaf Al Quran tersebut. Sayyidina Ali bin Abi Thalib salah seorang sahabat termuka dan juga menantu Nabi Muhammad SAW tentu saja ikut membantu menyusun mushaf dan menjaganya sampai akhir hayat beliau. Jika di kemudian hari ada pihak yang menuduh bahwa Al Quran yang kita miliki saat ini isinya tidak lengkap, karena (katanya) sebagian ayatnya telah dibuang, maka ucapan itu adalah fitnah dan kebohongan yang sangat besar. Cara keji ini merupakan upaya mereka untuk menjauhkan ummat dari sumber asli ajaran Islam.

As-sunnah yang mana? As-Sunnah yang dikabarkan dan disampaikan oleh para keluarga Nabi dan para sahabat yang pernah bertemu, melihat, dan mendengar Rasululllah SAW pada jamannya. Hadist yang kita miliki adalah yang telah dikumpulkan oleh para iman dan ulama yang sholeh dan mereka takut kepada Allah SWT. Hadistnya telah dikaji dan dikelompokan berdasarkan kualitasnya oleh para ahli hadits sehingga tidak ada keraguan tentang kebenaran isinya.

Sebagai langkah awal untuk selamat dari kejahatan mereka adalah harus selalu “kritis” terhadap apa yang kita amalkan. Pastikan bahwa apa yang kita lakukan bersumber dari Al Quran dan As Sunnah. Jika ada acara ritual yang tidak cocok dengan ajaran Islam maka itulah yang disebut bid’ah dan kita harus segera menghindarinya. Kerjakan amalan wajib sekemampuan kita dan laksanakan sunnah-sunnah yang diajarkan oleh Rasulullah SAW secara konsisten walaupun terlihat sederhana dan sepele menurut pandangan kita. Sudah saatnya kita kembali untuk mengikuti akhlak Rasulullah dari urusan yang paling kecil sampai yang urusan yang paling besar. Wallahu’alam.

Oleh, Dr. Ahmad Yani