Waspada Terhadap Rapuhnya Iman

Iman pada diri seorang muslim kadangkala naik, kadangkala turun. Sebagaimana diingatkan oleh Rasulullah: “iman itu bisa bertambah bisa pula berkurang”. Sabda Rasulullah ini memberikan makna bahwa setiap kita harus senantiasa memelihara dan meningkatkan terus keimanan kita kepada Allah Swt. Jika tidak “dipupuk dan disirami” dengan beramal sholeh dan dekat dengan orang-orang yang sholeh bisa jadi iman seseorang itu akan luntur bahkan perbuatannya menjadi kufur.

Setiap muslim tentunya ingin selalu meningkat keimanannya, sebab tidak jarang iman itu menurun bahkan hilang dalam diri seseorang ketika berbuat maksiat. Perbuatan maksiat sekalipun kecil jika dilakukan terus-menerus, maka akan menghancurkan keimanan seseorang. Pikiran negatif, hati yang dengki, iri, sombong, mata, telinga, tangan, kaki yang berbuat maksiat akan menghancurkan keimanan seseorang. Agar kita terhindar dari kemerosotan keimanan, Rasulullah mengingatkan 6 (enam) hal yang dapat merusak iman seorang muslim. Keenam perkara ini perlu kita waspadai agar kita dapat membentengi diri dan terhindar dari hal ini. Apakah keenam hal itu?

Pertama, Gibah. Orang yang berbuat gibah yaitu orang yang membicarakan aib (kejelekan) orang lain. Perbuatan gibah ini seringkali tidak disadari oleh orang yang imannya sedang terkikis. Pembicaraan yang menyangkut kelemahan, kejelekan, atau kekurangan yang terdapat pada saudaranya disampaikan kepada orang lain dengan ringan tanpa menyadari bahwa perbuatan itu termasuk gibah. Jika perbuatan gibah ini dilakukan oleh orang muslim maka akan hancur imannya.

Kedua, Hati yang mati (qolbun maridh). Rasulullah mengingatkan di dalam tubuh manusia itu ada segumpal daging, jika daging itu baik, maka baiklah seluruh amal perbuatannya. Sebaliknya jika daging itu jelek, maka jeleklah seluruh amal perbuatannya. Segumpal darah itu adalah hati. Hati adalah raja yang mengendalikan diri seseorang dalam berbuat sesuatu. Hati yang diselimuti oleh hawa nafsu, kebencian, dan kemaksiatan akan menghanguskan iman seorang muslim.

Ketiga, Tidak punya malu. Rasa malu berbuat sesuatu yang melanggar syariat adalah ciri orang yang beriman. Malu berbuat kemaksiatan, merugikan orang lain, melanggar aturan, tidak menunaikan tugas dengan baik adalah ciri orang yang beriman. Jika rasa malu ini sudah hilang pada diri seorang muslim, maka imannya akan hilang pula. Oleh karena itu, malu berbuat keburukan dan kemaksiatan akan menjaga keimanan seorang muslim. Sebaliknya jika rasa malu berbuat kejelekan dan kemaksiatan sudah mulai pudar bahkan hilang pada diri seorang muslim hilang pulalah imannya.

Keempat, Cinta dunia (hubud dunya). Kehidupan di era modern ini penuh dengan godaan dan ujian yang bisa menggoyahkan iman. Kecintaan terhadap dunia secara berlebihan akan menghancurkan iman seorang muslim. Kecenderungan orang untuk memburu dunia dengan melupakan akhirat akan semakin menjauhkan orang tersebut pada keimanan kepada Allah SWT. Padahal rasulullah mengajak kepada kita untuk berbuat yang terbaik bagi akhirat, maka dunia akan diperolehnya dengan penuh keberkahan.

Kelima, Tulul amal (panjang angan-angan). Panjang angan-angan yaitu pikiran seseorang yang mendominasi keinginan untuk memperoleh sesuatu tanpa berbuat, bekerja keras, dan tanpa berdoa. Orang yang ingin memperoleh sesuatu (barang, uang, atau benda) dengan berangan-angan atau berandai-andai/berkhayal tanpa berbuat. Ciri orang yang tulul amal ini selalu ingin memperoleh sesuatu dengan mudah, malas bekerja, lemah berpikir, berbuat asal-asalan, menjadi beban bagi orang lain, mengabaikan tangungjawab pada diri apalagi orang lain. Ini ciri orang yang malas yang secara perlahan tapi pasti akan membuat iman seorang muslim terkikis habis. Malas dalam berbagai aspeknya sangat dibenci oleh Rasulullah. Rasulullah mencontohkan agar seorang muslim memiliki visi kehidupan yang dapat menjadi arah agar tercapai kebahagian dunia dan akhirat. Visi ini menjadi cita-cita yang mulia untuk diwujudkan dengan niat dan cara yang sesuai dengan syariat Islam (al-Quran dan Sunah). Seorang muslim dengan visinya yang jelas yakni untuk mencapai kemuliaan di dunia dan kebahagiaan di ahirat akan memperkuat imannya kepada Allah Swt.

Keenam, dholimun nafsi (mendholimi diri sendiri). Seringkali kita lupa bahwa perbuatan yang kita lakukan tidak proposional dan profesional. Perbuatan atau pekerjaan yang tidak dikerjakan secara proposional dan profesional akan mengakibatkan pada kerugiaan pada diri sendiri bahkan lebih jauh lagi berdampak pada orang lain. Mendholimi diri sendiri adalah perbuatan yang mengakibatkan keburukan pada diri sendiri sebagai akibat dari salah dalam menyikapi atau atau memperlakukan diri sendiri. Orang yang keliru dalam menyikapi sesuatu dengan tidak tepat, meremehkan suatu perkara sehingga menjadi masalah, mengulur-ulur waktu, melupakan hak dan kewajibannya, memperlakukan diri dan orang lain secara semena-mena, melalaikan amanah, dan sikap yang berlebihan dalam suatu perkara adalah sekumpulan perbuatan yang dapat mendholimi diri sendiri. Mendholimi diri sendiri pada akhirnya akan menghancurkan keimanannya.

Semoga kita dapat mewaspadai enam hal yang dapat menghancurkan keimanan kita kepada Allah Swt. Amin yaa robbal ‘alamiin.

Oleh, Dr. Diding Nurdin, M.Pd

* Penulis adalah Ketua Biro Pendidikan dan  Pembinaan Ummat Masjid Al-Furqon UPI
ankara escort
çankaya escort
ankara escort
çankaya escort
ankara rus escort
çankaya escort
istanbul rus escort
eryaman escort
ankara escort
kızılay escort
istanbul escort
ankara escort
istanbul rus Escort
atasehir Escort
beylikduzu Escort