Sebagai bangsa Indonesia kita sangat bersyukur kepada Allah SWT karena kita ditakdirkan hidup di wilayah bumi yang subur, makmur, dan penuh dengan kekayaan alam berlimpah ruah. Karena Allah tidak pernah menghentikan kenikmatan itu kepada kita, maka kita harus terus bersyukur kepada Allah SWT dalam makna yang sebenar-benarnya, yaitu mampu mempergunakan segala nikmat Allah di jalan yang diridhoi-Nya. Wujud dari kesyukuran itu adalah ketakwaan kepada Allah, menjalankan perintah dan meninggalkan apa yang dilarang-Nya.
Negeri ini telah merdeka enam puluh tahun lebih. Namun demikian, seharusnya negeri ini rakyatnya tentu sudah cukup makmur, sejahtera, tidak ada lagi kemiskinan, tidak ada lagi yang kelaparan, tidak ada lagi yang tidak sanggup untuk bersekolah, tidak ada lagi yang mati karena tidak mampu berobat ke dokter. Oleh sebab itu ijinkanlah saya menyampaikan beberapa kritik mengenai negeri ini.
Kritikan pertama dari seorang ibu yang disampaikan dalam sebuah diskusi di sebuah radio, dia menegaskan bahwa negeri ini sudah merdeka lebih dari enam puluh tahun, namun masih banyak rakyatnya yang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya mereka harus memungut sampah di tempat-tempat yang kotor, sementara orang-orang asing datang ke Indonesia untuk memungut emas, tembaga, uranium, dan lainnya. Kritikan kedua ditujukan kepada kita umat muslim, kritikan ini adalah hasil penelitian dari dua Universitas besar di Amerika, yaitu bahwa negara-negara yang menjalankan nilai-nilai ajaran Islam ternyata sepuluh besarnya bukanlah negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Indikator yang mereka buat pertama adalah tentang kemandirian sebuah negara, kedua tentang toleransi, ketiga tentang keswadayaan, keempat kerelaan untuk menolong, dan yang kelima berprilaku sesuai norma dan etika.
Kesimpulannya adalah bahwa negeri Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam, yang kaya dengan kekayaan alamnya yang melimpah ruah ini, tapi masih banyak penduduknya yang miskin, menderita dan bodoh, sehingga belum sanggup memungut emas dan tembaga serta kekayaan-kekayaan yang ada di dalamnya karena ketidak sanggupan untuk itu semua. Kritikan ini memang sangat menyakitkan, namun demikian sebagai seorang yang beriman harus senantiasa siap untuk dikritik. Rasul bahkan dengan para sahabatnya ketika pertama kali membangun peradaban dunia, mereka mampu membangunnya karena memiliki sikap keterbukaan terhadap kemajuan orang lain bahkan pada kritikan orang lain. Demi kemajuan Islamiah menjalankan perintah-perintah Allah, mereka siap untuk menerima ilmu, kemudian diserap dan diterjemahkan sehingga Islam berjaya. Waktu itu umat Islam benar-benar menjadi pemimpin dan Islam mampu memperlihatkan keindahannya, kedigdayaannya, mampu memperlihatkan nilai-nilai luhurnya kepada seluruh dunia, sehingga tidak pernah ada kritikan dari bangsa manapun kepada umat Islam.
Oleh karena itu, pantaslah Allah SWT memberikan predikat yang luar biasa kepada umat tersebut. “Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk umat manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.” (QS. Ali-Imran 110). Umat lainpun kata Allah kalau mau ikut seperti ini akan maju, begitu pada petikan ayat berikutnya “Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik”. Ayat ini menegaskan, sebagai gambaran kepada kita, bahwa umat terbaik minimal memiliki tiga syarat: pertama adalah al amr bil ma’ruf, memberikan kema’rufan, memberikan kebenaran. Yang kedua yaitu wa nahi anil munkar, mencegah kemunkaran. Dan yang ketiga al iman. Maka saya sederhanakan dalam bahasa saya yaitu sebuah masyarakat yang mampu membangun pendidikan yang kuat, dan sebuah bangsa yang mampu menegakan hukum setegak-tegaknya, serta sebuah bangsa yang mampu membangun mental spiritual bangsanya yang kokoh. Barang kali persoalannya adalah apakah benar kritikan itu? Apakah benar kita umat muslim sudah tidak lagi menjalankan nilai-nilai ajaran Islam, sehingga predikat umat terbaik beralih kepada umat lain? Apakah memang benar umat muslim sudah tidak lagi memerlukan kebenaran, sudah tidak lagi mencegah kemunkaran.? Boleh saja kita menolak atau menerima kritikan karena itu sebuah pilihan, namun sekali lagi umat muslim harus siap dikritik demi kemajuan.
Kepada sahabat-sahabat generasi Indonesia emas, dalam kerangka membangun pendidikan, penegakan hukum dan yang terakhir membangun mental spiritual berikut ini ada sebuah pernyataan dari seorang motivator dari sebuah moment. Seorang motivator menceritakan bahwa untuk mencapai cita-cita besar dan mencapai kesuksesan besar seseorang harus memiliki mental hero. Mental hero artinya adalah bahwa kita harus memiliki tujuan yang pasti, cita-cita yang besar, dan kita umat muslim memiliki cita-cita yang besar itu. Yang kedua ini adalah efikasi, hendaknya kita memiliki mental percaya diri, percaya kepada negeri sendiri, kepada kemampuan sendiri, dan Allah SWT membawa kita untuk memiliki kepercayaan diri ini, kalau kita sanggup mau bekerja keras Allah akan membantu, Allah tegaskan dalam surat Al Ankabut ayat 69 “ Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) kami, Kami akan tunjukan kepada mereka jalan-jalan kami. Dan sungguh, Allah beserta orang-orang yang berbuat baik”. Yang ketiga adalah resiliansi, sebuah mental untuk mampu bangkit kembali dari kegagalan. Setiap muslim jika ingin mencapai cita-cita besarnya maka dia harus mampu bangkit dari kegagalan, tidak boleh ada rasa putus asa karena Allah menjelaskan “Janganlah berputus asa dari rahmat Allah, karena sesungguhnya yang berputus asa dari rahmat Allah hanyalah orang-orang kafir”. Dan yang terakhir untuk mencapai cita-cita besar harus memiliki optimisme dan memiliki ambisi yang positif untuk meraih cita-cita itu. Ungkapan Rasulullah saw ketika sudah dikepung oleh kaum musyrikin, beliau tidak pernah putus asa dan optimis bahwa Allah bersama kita”.
Untuk meraih umat terbaik, maka tidak lain kecuali kita semua harus istiqomah di jalan Allah SWT dalam menjalankan nilai-nilai Islam. Mari kita tegakan nilai-nilai Islam dengan amar ma’ruf nahi munkar, pendidikan dan penegakan hukum dan yang lebih luas dari itu iman kepada Allah untuk membangun mental spiritual keimanan yang kokoh. Karena semua itu merupakan karakter orang-orang shaleh yang akan mewarisi bumi ini sebagaimana dalam firmanNya “Dan sungguh-sungguh telah Kami tuliskan (tetapkan) di dalam Zabur sesudah (Kami tuliskan dalam Lauh Mahfuzh) bahwasanya bumi ini akan diwarisi oleh hamba-hamba-Ku yang soleh”. Mudah-mudahan umat muslim dan kita semua di dalamnya menjadi umat yang shaleh menjalankan nilai-nilai ajaran Islam.
Oleh, Dr. H. Mad Ali, MA.