Menyoal Perbedaan Awal Ramadhan

Dalam memasuki Bulan Ramadhan 1435 H. Besar kemungkinan pada tahun ini akan terjadi perbedaan dalam penetapan awal Ramadhan 1435 H. Meskipun demikian umat Islam harus saling menghormati apabila hal tersebut terjadi. Karena perbedaan mengenai penetapan awal Ramadhan merupakan suatu hal yang lumrah terjadi.

Kementerian Agama bersama dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) secara kelembagaan senantiasa menaungi ormas Islam dan perkumpulan Tariqat agar tercipta suatu harmoni dalam syiar Islam dan amar maruf nahi munkar.

Fasilitasi Kementerian Agama

Kementerian Agama melakukan sidang isbat untuk menentukan penetapan awal Bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri (Lebaran) 1 Syawal 1435 H, dengan mengundang peserta dari MUI, seluruh ormas Islam dan perkumpulan Tariqat.
Proses sidang isbat kali ini dilakukan dalam tiga sesi: pertama, pra sidang isbat, berupa pemaparan mengenai posisi hilal secara astronomis. Kedua, pelaporan dan pembahasan hasil rukyatul hilal, pemaparan laporan hasil rukyatul hilal dari tim hisab-rukyat Kementerian Agama yang telah melakukan pemantauan hilal di berbagai titik lokasi pengamatan di seluruh Indonesia, pembahasan ini berkenaan dengan penentuan awal bulan, ilmu perbintangan, dan teknis hisab-rukyat. Ketiga, penyampaian keputusan hasil kesepakatan sidang isbat kepada publik.
Meskipun Kementerian Agama memfasilitasi terselenggaranya sidang isbat sebagai sebuah forum resmi dalam menentukan dan menetapkan awal Ramadhan dan Syawal namun tidak menutup kemungkinan ada beberapa diantara anggota sidang isbat yang merupakan refresentasi ormas Islam dan perkumpulan Tariqat yang berbeda pandangan berkenaan dengan hasil sidang isbat sehingga terjadi perbedaan dalam penentuan awal Ramadhan dan Syawal.

Hisab dan Rukyat

Menentukan awal Ramadhan dan awal Syawal (berpuasa dan berlebaran) itu terdapat dua pendekatan yaitu pendekatan rukyat dan pendekatan hisab. Adapun dasar hukum kedua pendekatan ini yakni hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari bahwasanya Rasululah Muhammad saw, bersabda: “Berpuasalah karena melihat tanggal dan berbukalah (berlebaranlah) karena melihatnya. Maka bilamana tidak terlihat olehmu, maka sempurnakan bilangan bulan Syaban sebanyak 30 hari.”

Disamping hadits terebut juga petunjuk dalam al Quran surat Yunus 10 ayat 5 yang berbunyi: “Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.”

Terkait dengan diatas maka apabila Ahli Hisab (tim) menetapkan bahwa bulan belum tampak (tanggal) atau sudah wujud tetapi tidak kelihatan, padahal kenyataannya ada orang yang melihat pada malam itu juga, maka diputuskan rukyatlah yang muktabar.

Wallahu a’lam bishawab.

Oleh, Ade Sunarya