Di dalam surat Al Mu’minuun ada ayat yang menjelaskan tentang bagaimana orang yang aflah (bahagia). Bahwa orang beriman lah yang mendapatkan kebahagiaan, yang mendapatkan kemuliaan. Sungguh beruntung, sungguh bahagia orang yang beriman. Orang beriman dikatakan bahagia, dikatakan beruntung karena ada penjelasan dalam ayat 10 dan 11:“Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi, (yakni) yang akan mewarisi surga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya.” (Al Mu’minuun: 10-11). Mengapa mereka mewarisi surga Firdaus? Karena mereka melakukan hal-hal berikut:
Yang pertama adalah karena mereka melakukan shalat secara khusyu. Shalat yang khusyu adalah shalat yang di awali dengan niat yang ikhlas “lillahita’ala, dilakukan sesuai dengan contoh Rasulullah saw, memahami tentang makna yang dibaca dalam shalat, dan yang terakhir adalah kita memahami nilai-nilai yang terkandung dalam shalat. Sebagaimana kita tahu shalat itu di awali dengan takbir membaca “Allahu Akbar”, kita mengagungkan Allah dan di akhiri dengan salam. Ini menggambarkan bahwa ada dua pilar keselamatan umat Islam, apabila kita ingin selamat dan mendapat ridho Allah SWT dan menjadi pewaris firdaus, kita harus memegang dua pilar ini yaitu “AllahuAakbar” dan salam. Allahu Akbar adalah simbol dari habluminallah dan salam simbol dari habluminannas.
Shalat dimulai dari takbir, kemudian kita membaca Al Fatihah dan sebagainya dengan bagus dan baik tapi tidak ditutup dengan salam, maka shalatnya tidak sah. Artinya orang Islam yang mengikrarkan diri sebagai orang Islam dan dia baik shalatnya, baik zakatnya, sering naik haji tapi dengan sesama manusia tidak baik, dia kurang baik dalam habluminannasnya, maka keislamannya tidak sah karena ini tidak sesuai dengan nilai shalat, yaitu Allahu Akbar dan salam. Assalamu’alaikum adalah berarti kita sebagai umat manusia, satu sama lain dalam hati nurani masing-masing ditanamkan saling mencintai, saling menyayangi. Oleh karena itu, tidaklah ada dalam kamus, dalam diri, dalam hati umat Islam itu rasa dendam, iri, syirik, dengki, aniaya kepada orang lain. Dalam hati umat islam itu bersih, suci dan apabila ada kesalahan maka dia mengampuni kesalahan orang lain, itu adalah nilai hati umat Islam.
Bahkan di dalam Tahiyyat (Tasyahud), kita membaca sholawat dan salam. Kata Rasulullah, kita diajarkan “ assalamu’alaina wa’ala ibadillahi sholihin”. Bahwa kita meskipun jauh, tetapi dalam hati kita tertanam “assalamu’alaina wa’ala ibadillahi sholihin”. Oleh karena itu, apakah kita bisa mengukur nilai keimanan seseorang apabila terjadi perkelahian, terjadi tawuran, dimana nilai “assalamu’alaina wa’ala ibadillahi sholihin”. Dan umat Islam akan tidak diberikan berkah oleh Allah SWT, apabila dia tidak memegang assalamu’alaina wa’ala ibadillahi sholihin. Dan mungkin kita sekarang merasakan betul tentang bagaimana Allah memberikan ujian demi ujian kepada kita, mungkin karena kita telah melalaikan assalamu’alaina wa’ala ibadillahi sholihin.
Orang yang menjadi pewaris surga Firdaus yang kedua adalah orang yang menjauhi pikiran, kata-kata dan perbuatan yang tidak bermanfaat atau pikiran, kata-kata dan perbuatan yang merugikan orang lain. Beraneka ragam pikiran, kata-kata dan perbuatan yang bisa merugikan orang lain mengakibatkan orang lain terganggu kesejahteraannya. Hal tersebut akan mengurangi pahala ibadahnya. Apalagi perbuatan-perbuatan lain yang bisa menyusahkan orang lain baik pribadi, maupun kelompok sosial terlebih lagi rakyat yang disusahkan, maka dosanya berlipat ganda.
Yang ketiga adalah orang-orang yang memberikan zakat. Zakat adalah ibadah sosial dan ini intinya bahwa umat Islam adalah umat yang dermawan. Orang yang dermawan itu adalah dekat pada Allah, menjadi ahli surga dan jauh dari neraka. Dan sebaliknya tidak boleh menjadi orang yang bakhil, kikir. Orang yang bakhil itu jauh dari pada rahmat Allah, jauh dari surga dan menjadi penghuni neraka. Oleh karena itu, baik kita sebagai muslim yang memperoleh rizki dari Allah maka keluarkan lah zakat, infaq dan sodaqohnya, insya Allah kita akan menjadi pewaris surga.
Selanjutnya adalah orang-orang yang menjaga farazd. Yaitu orang-orang yang menjauhi dari perbuatan jina. Jina adalah bagaimana dia melakukan hubungan sebadan seperti suami istri sebelum nikah, dan sekarang perbuatan jina itu kita sudah mendapatkan berbagai data, banyak data yang sangat miris bagi kita. Dan yang selanjutnya adalah kita sebagai makhluk, manusia masing-masing punya amanah. Amanah yang sifatnya individual, kita diberikan rizki, fikiran, kemudian hati, ini semuanya amanah. Kita mengerjakan sesuatu sesuai dengan yang memberikan amanah yaitu Allah SWT, disyukuri atau tidak. Mungkin kita perlu mawas diri bahwa perbuatan itu sekarang adalah seperti permainan. Memang godaan syetan dari kiri kanan, dari depan dan belakang, memang syetan tidak berani menggoda manusia dari atas, karena dari sanalah kita mendapat petujuk/hidayah Allah. Oleh karena itu, apabila kita ingin dijauhkan dari godaan syetan maka kita harus selalu dzikir kepada Allah, insya Allah kita di jauhkan dari godaan syetan.
Oleh, Prof. Dr. H. Syamsu Yusuf, M.Pd.