Tanda-Tanda Orang yang Shalatnya diterima Allah SWT

“Sesungguhnya Aku hanya akan menerima shalat dari orang yang merendahkan diri dengan shalatnya karena kebesaran-Ku, yang tidak menyombongkan diri kepada makhluk-Ku, yang tidak mengulangi maksiat kepada-Ku, yang mengisi sebagian siang dengan berdzikir kepada-Ku, yang menyayangi orang miskin, orang dalam perjalanan, wanita yang ditinggalkan suaminya, dan yang mengasihi orang yang ditimpa musibah. Cahayanya bagaikan cahaya matahari. Aku lindungi dia dengan kekuasaan-Ku. Aku perintahkan malaikat menjaganya. Aku jadikan cahaya dalam kegelapannnya. Aku berikan ilmu dalam ketidaktahuannya. Perumpamaannya dibandingkan dengan makhluk-Ku yang lain adalah seperti perumpamaan firdaus di surga.” (Sayid Sabiq, Islamuna, hl. 119).

Dari hadis qudsi di atas, dapat kita simpulkan tanda-tanda orang yang diterima shalatnya, sebagai berikut :

Pertama : Dia yang merendahkan diri dengan shalatnya karena kebesaran-Ku. Salat yang diterima ialah shalat yang dilakukan dengan penuh tawadhu’ karena kebesaran dan keagungan Allah.

Andaikan orang ini khusyuk hatinya, akan khusyuk jugalah seluruh tubuhnya. Putuskan semua cabang hati yang berkaitan dengan dunia ini. Kata Rasulullah saw :
“Shalatlah shalat perpisahan.”
Shalatlah shalat yang mengucapkan selamat tinggal kepada dunia ini. Kekhusyukan tidak akan pernah tercapai bila kecintaan kepada dunia menguasai hati. Allah tidak akan terasa bila urusan dunia menjadi pusat perhatian.

Diriwayatkan bahwa Ali bin Husein, bila beliau wudhu, pucat wajahnya, seakan-akan menghadapi sesuatu yang menakutkan. Ketika ditanya apa gerangan yang menimpanya ketika wudhu, ia menjawab :
“Tahukah kamu, di hadapan siapa aku akan berdiri?”

Ali bin Husein ingin mengingatkan kita bahwa pada waktu shalat, kita berhadapan dengan Allah yang Maha Besar. Seorang di antara tabi’in, khalaf bin Ayyub, membiarkan lalat yang hinggap pada tubuhnya ketika ia shalat. Ketika ditanya bagaimana ia bisa tahan menghadapi gangguan lalat, Khalaf menjawab, “Aku dengar, penjahat-penjahat tahan dicambuki cemeti raja, dan bangga atas ketahanan mereka. Mengapa aku tahan terhadap lalat, padahal aku berdiri di hadapan Allah Rabbul Alamin.” Inilah orang-orang yang tawadha’a biha li’uzmati, yang merendahkan diri karena kebesaran-Ku. Inilah orang-orang yang shalatnya diterima Allah. Karena merasa rendah di hadapan Allah, hilang jugalah kesombongannya terhadap sesama manusia. Semua makhluk tidak berarti di depan Rabbul ‘Izzati .

Kedua : Dia tidak menyombongkan diri kepada makhluk-ku. Tawadhu’-Nya dalam shalat melahirkan rendah hati dalam pergaulannya dengan sesama manusia. Kekuasaan tidak menyebabkan ia sombong karena ia tahu bahwa kekuasaan adalah amanat Allah. Kekayaan tidak menyebabkannya memperbudak orang lain karena ia tahu bahwa harta hanyalah titipan Allah. Pengetahuan tidak membuatnya tinggi diri sebab ia tahu bahwa pengetahuannya tidak seberapa dibandingkan dengan luasnya ilmu ilahi. Orang yang salatnya diterima tidak akan merasa dirinya lebih tinggi daripada orang lain. Rasulullah bersabda :

“Tidak akan masuk surga orang yang dalam hatinya ada perasaan sombong walaupun hanya sebesar debu saja.

Ketiga : Dia tidak mengulangi maksiat kepada-ku. Dalam hidup, sekali waktu kita pernah jatuh ke dalam maksiat, kecil atau besar. Mungkin pernah kita palsukan angka dalam kwitansi. Mungkin pernah kita berdusta kepada orang lain. Mungkin kita pernah menyakiti hati tetangga. Mungkin pernah kita memanfaatkan jabatan untuk memperkaya diri. Bahkan mungkin pernah kita menyebabkan orang lain menderita dalam hidupnya.
“Barangsiapa salatnya tidak menyebabkan dia menjauhi kekejian dan kemungkaran, maka salatnya hanya akan menambah dia jauh dari Allah saja.”

Keempat : Dia mengisi sebagian siangnya untuk berzikir kepada-Ku
Ada seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah saw, “Ya Rasulullah, syariat Islam sudah banyak pada diriku. Ajarkanlah kepadaku sesuatu yang bisa aku pegang teguh untuk selanjutnya.”
Nabi saw. Menjawab :
“Usahakanlah lidahmu selalu basah menyebut nama Allah. Jangan biarkan lidahmu kering tanpa menyebut nama Allah.” Berzikir bukan saja disyariatkan setelah sembahyang, melainkan juga pada setiap saat, ketika berdiri, duduk, dan berbaring.” Pada satu majelis saja sahabat menemukan Rasulullah membaca istighfar seratus kali.
“Ketahuilah, hanya dengan zikir kepada Allah, tenteramlah hati.” (Q; 13:28).

Kelima : Dia menyayangi orang miskin, orang dalam perjalanan, wanita yang ditinggalkan suaminya, dan mengasihi orang yang mendapat musibah. Shalat yang diterima Allah tampak bekasnya dalam kehidupan orang yang melakukannya. Islam bukan saja datang untuk menegakkan akidah dan ibadah, melainkan juga membela manusia yang lemah : fakir miskin, orang yang kehabisan bekal, janda yang ditinggalkan suaminya, dan orang yang menderita. Orang kaya yang membuat sudut kecil di rumahnya untuk shalat tahajud di malam hari, tidak diterima salatnya bila ia membiarkan tetangganya mati kelaparan, bila tidak tersentuh hatinya oleh penderitaan orang lain, bila acuh tak acuh saja terhadap masalah kemiskinan bangsanya. “Tidak akan masuk surga orang yang kenyang, padahal tetangganya kelaparan di sampingnya,“ kata Rasulullah saw.

Bila kelima ciri itu dijalankan, maka Allah berfirman :
“Cahayanya bagaikan cahaya matahari. Aku lindungi dia dengan kebesaran-Ku. Aku suruh malaikat menjaganya. Aku berikan cahaya ketika ia kegelapan. Aku berikan ilmu ketika ia kebingungan. Orang semacam itu seperti firdaus di Surga.”

Oleh, Dr. H. Mulyana Abdullah, M.Pd.I.