Amal Shaleh Berkelanjutan

Perintah taqwa kepada segenap ummat Islam harus dilaksanakan menurut kemampuan masing-masing. Sedangkan segala hal yang dilarang harus dijauhi dan ditinggalkan dengan tidak dikurangi sedikitpun.

Hadits Rasulullah saw riwayat dari Abu Hurairah r.a. yang menyatakan:

“Saya mendengar langsung Rasulullah saw bersabda: “Apa yang aku larang terhadap kamu maka jauhilah itu, dan apa yang aku perintahkan bagimu maka lakukanlah itu sesuai menurut kemampuanmu; Sesungguhnya hal yang menghancurkan orang-orang dahulu sebelum kamu adalah karena banyak masalah yang dipertanyakan, dan (perbuatan yang) menyalahi atas Nabi mereka”. (HR. Bukhari dan Muslim)

Untuk itu perlu diperhatikan kebiasaan Rasulullah dalam shalat Jum’at, yaitu membaca surat Al Jumu’ah dan surat Al Munaafiqun. Kedua surat ini memang mengandung pelajaran tentang membaca dan praktik pengalaman tata kehidupan yang baik dan semestinya dalam beragama.

Dalam surat Al Munaafiqun ada beberapa ayat yang perlu kita hayati untuk diamalkan yaitu :

“Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi. Dan belanjakanlah sebagian dari rizki yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: “Ya Tuhanku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian) ku sampai waktu yang dekat, sehingga aku dapat besedekah dahulu dan aku karenanya termasuk orang-orang yang saleh?”. (Q.S. Al Munaafiqun: 9-10)

Maksud kedua buah ayat ini antara lain dapat diambil semacam kesimpulan bahwa kebanggaan atau apa yang dibanggakan adalah terbatas, dan yang akan abadi dengan dikenang adalah bukti amal shaleh, baik yang dinikmati pada waktu orang yang berbuat itu masih hidup dan bahkan dinikmati karena bermanfaat bagi orang lain. apalagi kalau amal shaleh itu bermanfaat secara berkelanjutan, berupa suatu bangunan atau tulisan ilmu pengetahuan atau semacamnya, yang pahalanya tetap mengalir dan diterima olehnya.

Dalam hadits Shahih, diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a., bahwa Rasulullah saw bersabda:

“Jika seorang manusia mati maka putuslah amalnya, kecuali dari tiga amal, yaitu: Sodaqoh jariah, atau ilmu yang bermanfaat, atau anak shaleh yang mendo’akan kepadanya.” (HR. Al Bukhari, Muslim dan lain-lain)

Penjelasannya, harta benda sebagai sodaqoh jariah, berupa bangunan fisik atau buku ilmu pengetahuan itulah yang dimaksud sebagai wakaf, yang di negara kita sudah diatur dengan peraturan perundang-undangan; Diatur juga jika wakaf itu berupa uang.
Sesungguhnya kita perlu menghitung umur dalam berbuat kebajikan, akan tetapi yang perlu dihitung itu adalah berapa perkiraan kesempatan umur yang akan kita jelang untuk berbuat amal shaleh, bukan masa usia yang sudah lewat. Perhitungan yang akan datang inilah yang lebih penting. Apalagi kalau saat kita kembali kerahmatullah pada waktunya nanti, dengan melewati proses kematian sebagai hal yang pasti.

Dalam ayat lanjutan Allah SWT berfirman:

“Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila telah datang waktu ajalnya. Dan Allah Maha Mengenal apa yang kamu kerjakan”. (Q.S. Al Munaafiqun: 11)

Semoga umur yang akan kita jelang dapat menambah kualitas taqwa kita kepada Allah SWT, dengan terus beramal shaleh untuk meraih kemenangan di dunia kini dan keselamatan di akhirat nanti.

Oleh, Drs. K. H. Hafidz Utsman