Keutamaan Shalat

Nama Robi’ah bin Kaad dalam suatu periwayatan Imam Muslim dinyatakan sebagai khodim Rasulullah/pelayan Rasulullah. Ia sering melayani berbagai kebutuhan Rasulullah saw. Suatu pagi Rasulullah bertanya kepada Robi’ah, “Apa yang kau mau Robi’ah? Silahkan minta padaku”. “Saya ingin menyertai Rasulullah di surga nanti”, jawab Robi’ah. Rasulullah agak keberatan, kemudian beliau berkata lagi: “Barangkali yang lain saja Robi’ah?” Tapi Robiah tidak mau yang lain, mau yang itu saja. Dengan demikian tidak ada pilihan Rasulullah kecuali mengiyakan, dan kata Rasulullah: “Bantulah aku untuk menundukan nafsumu dengan banyak sujud”. Mungkin permintaan itu terlalu mewah atau bahkan Robi’ah memang cerdas. Ia berpikir bahwa untuk hidup di dunia ini, rezeki sampai akhir umur sudah dijamin, tapi untuk masuk surga tidak ada jaminannya. Maka dia pilih ingin tetap jadi teman Rasulullah nanti di surga. Kuncinya apa? Perbanyaklah shalat dan sujud untuk menundukkan nafsu, sebab seringkali orang tidak bisa mengendalikan nafsu dan akibatnya ia celaka.

Al Quran menghendaki manusia agar hatinya selalu tenang dan kokoh. Ketenangan dan kekokohan itu hanya bisa didapat tatkala hati seseorang dihadiri kebesaran dan keagungan Allah. Karena itu Al Quran mengatakan, “Dirikan Shalat untuk mengingatKu” sebab dengan mengingat Allah lah kondisi terbaik pribadi seseorang bisa ditemukan. Ingat kepada Allah adalah hal yang terbesar. Terbesar maknanya, dampaknya, kekuatannya dan besar juga kendalanya. Mudahkah kita ingat kepada Allah? Bisa saja kita terus menerus berdzikir. Saat sedang di mobil, di rumah selama bekerja, dan lain sebagainya. Tetapi semudah itukah? Tidak. Seringkali kita menginginkan itu tapi tidak cukup mudah. Bahkan ketika shalat pun hati kita tidak mudah dikendalikan.

Al Quran menghendaki agar manusia memiliki daya kontrol yang kuat, kepekaan kontrol moralitas yang hebat, dan shalatlah kuncinya. Islam menginginkan agar manusia memiliki hati yang bersih dari kotoran dosa dan sifat yang kurang baik. Rasulullah saw bersabda: “Bagaimana pendapat kamu sekalian, seandainya di depan pintu masuk rumah salah seorang di antara kamu ada sebuah sungai, kemudian ia mandi di sungai itu lima kali dalam sehari, apakah masih ada kotoran yang melekat di badannya?” Para sahabat menjawab: “Tidak akan tersisa sedikit pun kotoran di badannya.” Bersabda Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam : “Maka begitu pulalah perumpamaan shalat lima kali sehari semalam, dengan shalat itu Allah akan menghapus semua dosa”. Al Quran menginginkan manusia-manusia beriman senantiasa berada pada kondisi yang tenang. Puas dengan segala kenyataan yang ada tanpa keluhan. Sesungguhnya manusia diciptakan dengan karakter suka keluh kesah. Dapat nikmat cenderung kikir, dapat kesulitan berkeluh kesah. Sekalipun tidak terucap, tapi hatinya mengeluh dan mempersalahkan diri karena tidak puas. Itu menunjukan kondisi psikologis yang tidak nyaman.

Shalat di dalam kehidupan manusia memang sangat mendasar. Shalat memiliki korelasi yang penuh dengan kesuksesan, keberhasilan. Di dunia ini tidak ada seruan yang paling lantang, paling hebat, diulang minimal lima kali sehari secara terbuka selain dari seruan shalat. Itulah yang di harapkan oleh Islam dengan shalatnya. Kebahagiaan, kesuksesan, keberhasilan merupakan akibat langsung dari shalat. Tentu saja bagi orang-orang yang beriman kesejahteraan lahir dan batin hanya akan tercapai dalam arti sesungguhnya apabila memang shalat menjadi satu-satunya terapi. Karena itu, jika untuk kesuksesan, keberhasilan, kehebatan diri kita perlu uang, maka sesungguhnya kita lebih perlu pertolongan Allah. Jika perlu citra dan pengakuan dari yang lain, maka pengakuan dan ridho Allah jauh lebih hebat dan lebih diperlukan.

Lantas siapa yang akan mendapat pertolongan Allah? Sungguh Allah akan menolong orang yang menolong Allah. Siapa yang menolong Allah itu? Orang-orang yang dalam menggapai kesuksesannya akan mendapat jaminan pertolongan Allah adalah orang-orang yang jika diberi kedudukan, jabatan/posisi, mereka mendirikan shalat, membayar zakat, amar ma’ruf nahi munkar. Dalam konteks ini bukan shalat secara individu karena dihubungkan dengan kedudukan, jabatan, posisi, namun menegakan shalat ini harus berada dalam sistem tidak sekedar individual. Itulah antara lain yang akan menjamin datangnya pertolongan Allah.

Dengan demikian jelas pertolongan Allah ini sangat besar dan perlu dijemput. Peristiwa perang Badar dan perang Hunain memberikan pelajaran yang penting kepada kita tentang bagaimana hebatnya pertolongan Allah. Allah telah menolong kalian di Badar, padahal kamu kecil dan hina. Waktu perang Badar, hanya dengan persenjataan yang sangat compang-camping dibandingkan dengan kekuatan musyrik dengan persenjataan hebat. Tapi dengan keterbatasan itu, semakin kuat rasa yakin dan percayanya kepada pertolongan Allah, maka dengan mudah peperangan itu dimenangkan oleh kaum muslimin. Beda lagi dengan perang Hunain, jumlah muslimin sudah puluhan ribu, kekuatannya juga berlipat jauh dari sebelumnya sehingga mereka hampir menatap musuh sangat kecil. Tetapi justru tatkala muslim merasa bangga dengan fasilitas itu, merasa kuat sendiri, ternyata banyak jumlah dan hebatnya kekuatan tidak memberikan bantuan apa-apa. Bumi begitu sempit rasanya saking sulitnya pasukan muslim waktu itu, sehingga orang mukmin kalah.

Dua peristiwa Badar dan Hunain ini memberikan pelajaran penting, bahwa kekuatan dan kehebatan fasilitas tidak memberikan jaminan kalau kekuatan-kekuatan tersebut malah mereduksi kekuatan kita untuk mengharapkan pertolongan Allah dalam keadaan apapun. Muslim tetap harus lebih mengandalkan pertolongan Allah yang tak terbatas, sebab betapapun hebatnya kekuatan dan fasilitas yang dimiliki tidak bisa lari dari keterbatasan-keterbatasannya. Dengan kisah ini mari kita, bahwa pertolongan Allah berada di atas segala-galanya, mudah-mudahan kita diberi kesempatan untuk melakukan segala upaya terbaik dalam mengembangkan kehidupan, pendidikan, dan mengembangkan dunia ini sekaligus menjemput pertolongan Allah.

Oleh, Dr. H. Aam Abdusalam, M.Pd.