Meneladani Pemberi Kasih Yang Maha Kasih

Telah mafhum di kalangan ahli tafsir, kata ar-rahman dipahami sebagai pemberian cinta kasih-Nya secara universal tanpa pandang bulu. Kulit hitam, putih, sawo matang, orang kaya, miskin, sederhana, jahat, baik, umat Muslim, Kristen, Yahudi, Hindu, Budha, ateis, atau yang lainnya sama-sama terkena curah kasih-Nya. Tapi kata mereka (ahli tafsir) itu semua hanya dapat dirasakan pada saat di dunia. Singkatnya disebut sebagai kenikmatan yang nisbi. Sedangkan kata ar-rahim dipahami sebagai sebuah kenikmatan yang Allah Swt. berikan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman dan beramal shaleh yang akan dirasakan akhirat kelak. Singkatnya, manusia tersebut dimasukkan ke dalam surga.

Tetapi ada pemahaman lain mengenai pengertian asmaul husna di atas. Sebagaimana yang dipahami oleh pakar tafsir Indonesia, Quraish Shihab dalam kitab al-Misbah beliau menyatakan bahwa kata ar-rahman bukan lagi – hanya – diartikan sebagai curahan kasih sayang-Nya secara umum kepada seluruh makhluk, melainkan diartikan sebagai sifat ‘pemberi kasih’. Saya beri contoh. Ada seorang pemuda yang kaya raya. Dia sering memberikan donasi kepada lembaga-lembaga sosial maupun orang yang membutuhkan bantuannya. Orang tersebut sudah dapat dibilang sebagai ‘pemberi kasih’. Begitu pun dengan sifat ar-rahman-Nya Allah. Dia memiliki sifat Yang Maha Pemberi Kasih. Semua makhluk kecipratan kasih-Nya, tidak ada satu pun yang terlewat, sekecil apapun itu. Dengan kasih-Nya itu manusia dapat bernafas, meraih makanan dan minuman, atau seekor ulat yang terlihat begitu lemah –dihadapan kita- dapat bertahan hidup bahkan beregenerasi. Istimewanya, sifat pemberi kasih-Nya (ar-rahman) ini di dalam Al-Qur’an seringkali digandengkan dengan sifat Maha Kasih-Nya (ar-rahim). Perhatikan ayat-ayat ini.“Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah (ar-rahman) lagi Maha Penyayang (ar-rahim).” (QS. Al-Fatihah [1]: 1), dan “Sesungguhnya surat itu, dari Sulaiman dan sesungguhnya (isi) nya: “Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah (ar-rahman) lagi Maha Penyayang (ar-rahim).” (QS. An-Naml [27]: 30)

Apa maksudnya? sifat pemberi kasih-Nya (ar-rahman) Allah itu semata-mata karena Dia Maha Kasih (ar-rahim). Masih sama dengan contoh di atas, kalau pemuda tersebut adalah seseorang yang suka memberi, berarti dia sudah mencontoh sifat ar-rahman Allah, walau dari segi kualitas pasti jauh berbeda dengan rahman-Nya Allah, tetapi sifat pemberi kasihnya pemuda tersebut belum tentu karena dia memiliki sifat Kasih. Bukanlah ada banyak orang yang membagi-bagikan kekayaannya bukan karena sifat tulusnya, melainkan agar reputasinya meningkat, supaya terkenal, atau embel-embel lainnya? Itulah sifat yang sering melekat dalam diri manusia. Kita tidak bisa berpagi-pagi memutuskan orang yang suka memberi diberi label memiliki sifat pengasih, walau kita tetap harus mengedepankan positive thinking. Urusan hati siapa yang tahu. Dalam Al-Qur’an diceritakan bahwa ada seorang kaya-raya yang membagi-bagikan kekayaannya tetapi hal tersebut tidak direstui oleh Allah karena ada niat tidak baik di dalamnya (QS. Al-Maun [107]: 1-7).

Allah tentu berbeda, makanya Dia menyifati diri-Nya dengan ar-rahmanirrahim untuk menghilangkan diri-Nya dari prasangka yang hadir di dalam benak kalau-kalau kenikmatan yang Allah berikan itu karena ada embel-embel tertentu. Allah Swt. telah menetapkan di dalam dirinya sifat kasih yang begitu tulus.

Untuk itu sudah selayaknya, kita selaku umat Muhammad berusaha meniru sifat tersebut. Sifat yang mana bukan hanya menjadi pribadi yang mudah memberi kasih (ar-rahman/ektern), melainkan juga dapat meneladani sifat tulus (intern) dalam memberi yang terpatri ke dalam diri sehingga tidak ada lagi keinginan-keinginan memperoleh imbalan dunia yang remeh. Cukup jadikan Allah sebagai tujuan akhir sebagaimana dalam Quran “Kecuali orang-orang yang tobat dan mengadakan perbaikan dan berpegang teguh pada (agama) Allah dan tulus ikhlas (mengerjakan) agama mereka karena Allah. Maka mereka itu adalah bersama-sama orang yang beriman dan kelak Allah akan memberikan kepada orang-orang yang beriman pahala yang besar.” (QS. An-Nisa [4]: 146) dan ayat Quran “Dan (aku telah diperintah): “Hadapkanlah mukamu kepada agama dengan tulus dan ikhlas dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang musyrik.” (QS. Yunus [10]: 105)

Memang cukup berat menjadi sosok yang tulus dalam memberi. Bisikan-bisikan dalam hati selalu saja siap menggoda, baik itu perasaan riya (ingin dilihat baik di mata makhluk), ujub (merasa bangga dengan apa yang diperbuat), maupun yang lainnya. Begitu kuatnya bisikan-bisikan dari hati, alangkah baiknya kita membaca tentu juga meresapinya, surat An-Naas yang telah disiapkan oleh Allah kepada hamba-Nya yang ingin berlindung kepada-Nya dari bahaya internal.

Oleh, Mochammad Jiva Agung Wicaksono
ankara escort
çankaya escort
ankara escort
çankaya escort
ankara rus escort
çankaya escort
istanbul rus escort
eryaman escort
ankara escort
kızılay escort
istanbul escort
ankara escort
istanbul rus Escort
atasehir Escort
beylikduzu Escort