Menjemput Gelar “Mabrur”

Panggilan Haji

Saat ini umat Islam dari segala penjuru dunia tengah berbondong-bondong berada di tanah suci untuk menunaikan salah satu panggilan Allah menunaikan ibadah haji ke Baitullah al-Haram. Panggilan Ibrahim, Allah Ta’ala berfitman :
“Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh, supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka…”(QS. Al-Hajj: 27-28)

Talbiyah/Labbaika; Merespon Panggilan Allah

  1. Mendengar panggilan Ilahi
  2. Tahu siapa yang memanggil (Allah)
  3. Menjawab seruan Ilahi
  4. Mau/siap/bersedia melaksanakan panggilan Ilahi
  5. Terjadi komunikasi Ilahiyah
  6. Ma’rifatullah (dilihat Allah>melihat Allah>bersama Allah)

Perubahan Paradigma

  • Sesungguhnya panggilan/undangan itu disebarkan/diberikan kepada seluruh manusia. Ibadah haji adalah salah satu dari kewajiban dan rukun di dalam agama Isalm. Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Islam dibangun di atas lima (tonggak): Syahadat Laa ilaaha illa Allah dan (syahadat) Muhammad Rasulullah, menegakkan shalat, membayar zakat, puasa Ramadhan dan haji ke Baitullah.”
  • Haji hukumnya wajib bagi setiap muslim, seumur hidup sekali. Bagi mereka yang mengerjakan lebih dari sekali, maka itu adalah sunnah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Haji itu (diwajibkan) satu kali. Barang siapa yang menambahnya, hukumnya sunnah.”
  • Dalam salah satu ayat hendaklah dipahami bahwa panggilan haji itu wajib direspon sekemampuannya, punya uang 1 juta niatkanlah untuk haji, jangan diganggu, jangan menunggu terpenuhi seluruhnya, berusaha dan berdoalah kepada Allah agar dimampukan, karena Allah-lah Yang Maha Mampu/Kuasa. Orang yang berangkat haji itu adalah mereka yang dimampukan oleh Allah, bukan orang kaya, karena tidak sedikit orang kaya tapi tidak berangkat haji, tidak mampu ber-talbiyah. Sebaliknya, banyak orang biasa-biasa bahkan berkategori miskin dapat berangkat haji, karena Allah yang memampukannya. Dengan keyakinan bahwa Allah-lah yang memampukan berangkat haji, maka tak layak manusia yang berangkat haji itu sombong, takabur, sum’ah dan lainnya.
  • Bagi siapa saja yang belum menunaikan kewajiban ini, hendaknya ia bersegera melakukannya dan bergegas untuk menunaikannya, karena ia tidak tahu kapan ruhnya akan terpisah dari raganya.
  • Bagi mereka yang sudah merespon panggilan haji, ber-talbiyah sekuat kemampuannya walau tidak sempat berangkat haji karena belum di mampukan oleh Allah, maka tidaklah berdosa, dan ia tergolong sudah memenuhi panggilan Allah walau tidak berangkat ke tanah suci, dan ia bisa bergelar mabrur asal amal kesehariannya bernilai mabrur, penuh dengan kebaikan.

Berburu Kemabruran

  1. Dambaan para hujjaj adalah kemabruran,
  2. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidak ada balasan lain yang lebih layak bagi haji yang mabrur kecuali surga.”
  3. Apakah arti dan maksud Mabrur itu? Beberapa pengertian “Mabrur” menurut para ulama:
  • Istilah “mabrur” menurut sebagian ulama berasal dari kata al-birr (orang yang dipenuhi oleh kebaikan-kebaikan). “Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, tetapi kebaikan itu orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir”. (QS. Al-Baqarah :177)
  • Sehingga haji mabrur adalah haji yang dilakukan oleh orang yang memiliki hubungan baik dengan Allah dan lingkungan sekitarnya.
  • Dalam kitab Fathul Baarii, Syarah Bukhari-Muslim menjelaskan: “Haji mabrur adalah haji yang maqbul yakni haji yang diterima oleh Allah SWT.”
  • Imam Nawawi dalam syarah Muslim: “Haji mabrur itu ialah yang tidak dikotori oleh dosa, atau haji yang diterima oleh Allah SWT., yang tidak ada riya, tidak ada sum’ah tidak rafats dan tidak fusuq.”
  • Abu Bakar Jabir al Jazaari dalam kitab, Minhajul Muslimin mengungklapkan bahwa: “Haji mabrur itu ialah haji yang bersih dari segala dosa, penuh dengan amal shaleh dan kebajikan-kebajikan.” “Sesungguhnya orang-orang yang banyak berbakti benar-benar berada dalam surga yang penuh kenikmatan.” (QS. Al-Infithar: 13).

Petunjuk Rasulullah Dalam Memperoleh Mabrur

  1. Tunaikanlah ibadah dengan benar-benar berangkat dari motivasi dan niat yang ikhlas karena Allah SWT. Kedudukan niat dalam setiap ibadah dalam Islam menempati posisi yang sangat penting, bahkan niat menjadi penilaian dari setiap arah dan tujuan ibadah yang kita tunaikan. “Dan tidaklah mereka disuruh kecuali melainkan untuk menyembah Allah SWT dan mengikhlaskan agama semata-mata” karena Allah.” (QS. Al-Bayyinah: 5). “Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung dari niatnya dan masing-masing mendapat pahala dari niatnya itu.” (Muttafaq’ Alaihi).
  2. Segala biaya dan nafkah yang digunakan untuk hidup haruslah benar-benar bersumber dari yang halal. Rasulullah saw. bersabda: “ Jika seseorang pergi menunaikan haji dengan biaya dari harta yang halal dan kemudian diucapkannya, “Labbaikallaahumma labbaik (ya Allah, inilah aku datang memenuhi panggilan-Mu). Maka berkata penyeru dari langit: “Allah menyambut dan menerima kedatanganmu dan semoga kamu berbahagia. Tidak dicampuri dosa”. Sebaliknya, jika ia pergi dengan harta yang haram, dan ia mengucapkan: “Labbaik”. Maka penyeru dari langir berseru: “Tidak diterima kunjunganmu dan engkau tidak berbahagia. Pembekalanmu haram, pembelanjaanmu juga haram, maka hajimu ma’zur (mendatangkann dosa) atau tidak diterima”. (HR. Tabrani)
  3. Melakukan ibadah dengan meneladani dan mempedomani contoh Rasulullah saw. “Hendaklah kamu mengambil manasik hajimu dari aku.” (HR. Muslim).
  4. Ibadah haji yang ditunaikan harus mampu memperbaiki akhlak dan tingkah laku.

 

Oleh, Dr. H. Abas Asyafah, M.Pd.