“Hai anak Adam, Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. dan pakaian takwa Itulah yang paling baik. yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, Mudah-mudahan mereka selalu ingat.” (Q.S. Al ‘Araf [7]:26)
Ayat ini menjelaskan tentang makna pakaian, dalam ayat tersebut nampak jelas bahwa fungsi pakaian itu yang pertama untuk menutup aurat, yang kedua untuk memperindah diri. Untuk keperluan inilah pakaian dapat ditambahkan hiasan atau riyasy yang secara harfiah berarti bulu burung, yang memang sering digunakan untuk memperindah pakaian dan memperindah penampilan. Dengan demikian, berpakaian itu mencerminkan jati diri manusia yang bersifat normatif, etis maupun estetis.
Dalam berpakaian hendaknya kita memperhatikan faktor keserasian dengan kaidah menutup aurat. Jangan sampai kita mendahulukan segi keindahan dari segi kepatutan. Sehingga fungsi pakaian sebagai penutup aurat menjadi berkurang.
Demikianlah makna dan nilai pakaian berkaitan dengan martabat manusiayang memiliki qalbu (pemahaman). Kebiasaan dan cara orang berpakaian mencerminkan gambaran pribadi yang bersangkutan, lebih jauh lagi kita sepatutnya menata keindahan dan keserasian pakaian batin kita. Sehingga pakaian lahir yang indah benar-benar mencerminkan keindahan dan keserasian batin. Sebab dalam ayat di atas ditegaskan bahwa seindah-indahnya pakain adalah pakaian taqwa kepada Allah.
Taqwa disebut pakaian, karena kadar taqwalah yang mencerminkan ukuran tinggi rendahnya martabat seorang manusia. Berkenaan dengan masalah ini, kita tahu bahwa istilah taqwa itu luas dan dalam kandungan maknanya. Dalam Al-Quran kita temukan banyak sekali rumusan tentang taqwa. Diantaranya, tersirat dalam surat Ali Imran ayat 133-135 yang rasanya sangat serasi sebagai pakaian batin yang seharusnya melekat terus dalam diri kita, yaitu.
“dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa. (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema’afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau Menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa.” (Q.S. Ali Imran [3]: 133-135)
Dalam ayat ini, mula-mula manusia diingat untuk bersegera mencari maghfirah, ampunan dari Allah dan mengejar surga. Upaya untuk mendapatkan ampunan dan menggapai surga itu hendaknya tidak pernah lepas dari kita, sebagaimana pula pakaian yang tidak pernah lepas dari badan kita.
Selanjutnya ditegaskan bahwa orang yang bertaqwa adalah Orang-orang yang menafkahkan sebagian hartanya, baik di waktu lapang maupun sempit. Kita hendaknya membiasakan diri untuk selalu menafkahkan sebagian rizki yang Allah titipkan kepada kita, baik pada waktu lapang maupun sempit. Bagi mereka yang memiliki harta sampai nisab zakat sadarilah bahwa pada hartanya itu ada hak orang lain yang harusnya dikeluarkan.
Dan bagi mereka yang hartanya belum sampai nisab zakat, biasakanlah untuk senantiasa berinfaq sadaqah berapapun nilainya. Sebab keberkahan rizki hanya akan diperoleh oleh orang yang selain mencari rizkinya dengan halal tapi juga suka mengeluarkan zakat infaq atau sedekah. Orang yang memperoleh keberkahan dalam rizki, hidupnya akan senantiasa dalam kecukupan walaupun dalam kesederhanaan, yang pada gilirannya mereka akan mendapatkan ketenangan hidup.
Tanda orang yang bertaqwa kedua adalah Orang-orang yang suka menahan amarah. Kita hendaknya mampu mengendalikan diri kita agar tidak suka mengumbar amarah. Apabila kita temukan berbagai macam ketimpangan baik di keluarga, tempat kita bekerja atau di tengah-tengah masyarakat yang memancing kemarahan kita, kendalikanlah emosi kita. Selesaikanlah semua persoalan secara baik-baik. Jangan biarkan diri kita mengumbar amarah yang justru merugikan diri kita bahkan orang-orang yang ada di sekitar kita.
Tanda orang bertaqwa ketiga adalah Suka memaafkan kesalahan orang lain. Kita hendaknya memiliki sifat pemaaf. Jangan biarkan diri kita memiliki sifat dendam, karena dendam dapat merusak jiwa kita dan akan membuat hidup kita tidak tenang. Setiap manusia punya khilaf tak terkecuali kita. Jika kita ingin dimaafkan orang lain, maka kita pun harus mudah memaafkan orang lain.
Tanda orang bertaqwa keempat adalah Orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan kejiatau menganiaya diri sendiri, mereka cepat ingat pada Allah lalu memohon ampunan terhadap dosa mereka. Tidak ada seorang manusia pun di dunia ini yang luput dari berbuat salah. Namun, kita sebagai seorang muslim diajarkan apabila melakukan perbuatan dosa atau melakukan kesalahan, cepatlah ingat pada Allah dan memohon ampunan kepada-Nya. Jangan biarkan diri kita menumpuk-numpuk dosa, walaupun dosa yang kita perbuat kita itu kecil, sebab dosa kecil pun apabila dilakukan berulang-ulang akan menjadi besar.
Itulah tanda-tanda taqwa yang seharusnya menjadi pakaian batin kita. Mudah-mudahan pakaian taqwa tersebut tidak pernah lepas dari diri kita.
Oleh, Dr. Aceng Kosasih, M.Pd.