Sikap Adil

Dalam Al Qur’an, Allah menjelaskan beberapa tangga atau sifat yang mesti kita miliki agar kita dapat mencapai derajat orang-orang yang takwa. Salah satu sifat tersebut adalah kita harus senantiasa bersikap adil dan mampu menegakan keadilan di dalam kehidupan kita. Dalam surat Al Maa’idah Allah berfirman: “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. Salah seorang pakar Al Quran dalam kitabnya menjelaskan bahwa sikap adil adalah mengembalikan kebajikan sesuai dengan yang diterimanya dan mengembalikan keburukan sesuai dengan yang diterimanya. Keadilan intinya adalah meletakkan segala sesuatu pada tempatnya, tidak berat sebelah, tidak memihak, tidak semena-mena, bertindak sepatutnya dan berpihak pada kebenaran.

Keadilan adalah semua hal yang berkenaan dengan sikap dan tindakan dalam hubungan antara manusia. Keadilan bisa menjadi sebuah tuntunan agar orang memperlakukan sesamanya sesuai dengan hak dan kewajibannya. Bersikap adil merupakan sifat yang terpuji, yang mendapat tempat sendiri di hadapan Allah SWT. Dalam sebuah hadits disebutkan “Abdullah bin Amr bin Ash telah berkata: Rasulullah saw telah bersabda: Orang-orang yang berlaku adil berada di sisi Allah di atas mimbar yang terbuat dari cahaya, di sebelah kanan Ar-Rahman Azza wa Jalla -sedangkan kedua tangan Allah adalah kanan semua-. Yaitu orang-orang yang berlaku adil dalam hukum, adil dalam keluarga dan adil dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepada mereka” (H.R. Muslim). Bahkan dalam sebuah hadits Rasulullah saw menegaskan: Apabila Allah menghendaki kebaikan pada suatu kaum maka dijadikan pemimpin-pemimpin mereka orang-orang yang bijaksana dan dijadikan ulama-ulama mereka menangani hukum dan peradilan. Juga Allah akan jadikan harta-benda di tangan orang yang dermawan. Namun jika Allah menghendaki keburukan bagi suatu kaum, maka Dia menjadikan pemimpin-pemimpin mereka orang-orang yang berakhlak rendah. Dijadikannya orang-orang dungu yang menangani hukum dan peradilan, dan harta benda di tangan orang-orang yang kikir” (H.R. Addailami).

Bersikap adil dan menegakan keadilan merupakan sikap yang harus kita miliki baik dalam kepentingan pribadi maupun kepentingan umum/ masyarakat. Bersikap adil pada diri sendiri bermakna keseimbangan di dalam hidup, diantaranya: memperhatikan urusan dunia dan akhirat secara seimbang antara spiritual dan material, memberikan hak kepada setiap orang, juga termasuk memberikan hak kepada anggota badan kita. Sungguh tidak adil apabila kita memporsir fisik kita untuk bekerja tanpa memberikan waktu istirahat baginya walaupun itu untuk beribadah kepada Allah SWT. Dalam sebuah hadits diriwayatkan, bahwa salah seorang sahabat datang kepada nabi, dia bernazar di depan nabi untuk tidak menikah. Dia ingin memfokuskan diri dengan beribadah siang dan malam, mengisi waktunya dengan shalat, dzikit dan shaum. Mendengar rencana sahabat tersebut nabi terdiam, lalu kemudian menegurnya bahwa bagi setiap anggota badan memiliki haknya masing-masing yang harus dia penuhi. Contohnya: kaki mempunyai hak untuk istirahat, tangan dan mata punya hak untuk istirahat, dan kelamin pun punya hak juga. Saya adalah orang yang paling takwa di dunia ini, saya shalat dan saya tidur, saya shaum dan saya juga berbuka, dan saya juga menikah dan berkeluarga.

Selain bersikap adil kepada diri sendiri, kita juga harus lebih bersikap adil dalam kehidupan bermasyarakat terutama dalam urusan umat. Apabila kita diberikan amanah untuk mengurusi keluarga atau masyarakat, bersikap adil dalam memperlakukan orang lain atau menegakkan keadilan dalam memutuskan sesuatu merupakan syarat terciptanya suasana masyarakat yang aman, adil dan sejahtera. Sebaliknya, apabila kita mengabaikan prinsip keadilan akan memunculkan pergesekan, permusuhan dan kekacauan. Kita menyaksikan sepanjang sejarah umat manusia, bahwa hancurnya suatu negara, suatu rezim atau kepemimpinan dikarenakan mereka tidak mengedepankan prinsip-prinsip keadilan di dalam mengelolanya. Saat ini kita juga menyaksikan kejadian di Amerika yang menunjukan pentingnya menegakan keadilan, karena peristiwa pengabaian keadilan oleh pihak tertentu menimbulkan demonstrasi yang berujung pada kerusuhan di beberapa kota di Amerika. Jika tidak dikelola dengan baik dapat menjadi awal kehancuran negara tersebut.

Begitu pentingnya bersikap adil dan menegakkan keadilan. Sebagai contoh, ada kasus seorang wanita yang mencuri pada jaman nabi ketika futuh makkah, kemudian kaum Quraisy merasa perhatian pada wanita tersebut karena pada saat itu apabila ada yang mencuri, tangannya akan dipotong. Kemudian mereka bermusyawarah, siapakah yang berani untuk berdiskusi dengan Rasulullah? Siapa lagi yang berani untuk itu kalau bukan Usamah bin Zaid. Maka Usamah bin Zaid berdiskusi dengan Rasulullah tentang kasus wanita tersebut. Mendengar hal itu maka wajah Rasulullah berubah memerah dan beliau mengatakan: “Apakah engkau memberi syafaat perantara pertolongan dalam penegakan hukum Allah?”. Mendengar kemarahan Rasulullah, Usamah berkata: mohonkanlah untukku ampunan wahai Rasulullah. Kemudian Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya faktor penyebab kehancuran orang-orang sebelum kalian adalah apabila orang bangsawan di antara mereka mencuri, maka mereka dibiarkan tidak dihukum, namun apabila yang mencuri adalah rakyat kecil maka mereka menegakkan hukum. Seandainya Fatimah putri Muhammad mencuri niscaya saya akan memotong tangannya”. Setelah itu Rasulullah memerintahkan agar wanita tersebut segera dipotong tangannya, kemudian wanita tersebut bertaubat dengan baik, menikah dan terkadang dia datang menghadap Rasulullah saw.

Di dalam sebuah kitab dijelaskan, bahwa ada tiga sifat atau ada tiga kategori yang berkaitan dengan keadilan, yaitu: sikap ihsan, adil dan dzalim. Yang pertama sikap ihsan yaitu sikap yang terbaik, yang puncak melebihi daripada kebiasaan. Dia mengatakan sikap ikhsan adalah kita membalas kebaikan dengan melebihi dari yang seharusnya dan kita mengembalikan keburukan lebih sedikit dari yang kita terima. Konsep ini bermakna bahwa seorang mukhsin atau orang yang memiliki sikap-sikap sifat ihsan adalah apabila ia menerima kebajikan dari seseorang maka ia akan membalas kebaikan itu melebihi dari yang ia terima. Demikian juga termasuk kategori ihsan apabila kita mendapat perlakuan yang tidak baik kemudian kita membalasnya dengan lebih sedikit atau bahkan tidak membalas sama sekali, maka kita termasuk orang-orang muhsinin. Selain itu juga apabila kita melaksanakan kewajiban melebihi yang seharusnya dan menuntut hak kurang dari yang semestinya maka kita termasuk kelompok orang muhsinin. Tahapan kedua adalah tahapan adil. Kita membalas kebajikan sesuai dengan yang diterimanya dan mengembalikan keburukan sesuai dengan yang diterimanya. Dan dikatakan adil juga apabila kita melaksanakan kewajiban sesuai dengan seharusnya dilaksanakan dan menuntut hak sesuai dengan hak yang mesti kita terima. Yang ketiga adalah yang paling rendah, yaitu sifat dzalim yang harus kita hindari. Dzalim adalah sifat yang melampaui batas. Jika kita memperoleh perlakuan yang tidak baik kemudian kita membalasnya dengan perlakuan yang lebih buruk, maka kita termasuk pada orang-orang yang dzalim. Demikian juga termasuk kategori dzalim adalah apabila kita melaksanakan tugas atau kewajiban kurang dari semestinya atau menuntut hak lebih dari yang semestinya.

Dari ketiga sikap tadi, jika berkaitan dengan kehidupan pribadi maka yang terbaik adalah sikap ihsan kemudian adil, sedangkan jika berkaitan dengan kehidupan publik maka satu-satunya sikap yang mesti kita tegakkan adalah sikap adil. Mudah-mudahan kita semua termasuk kepada orang-orang yang selalu berupaya untuk mencapai sikap adil dan ikhsan, sehingga kita masuk ke dalam kelompok orang-orang yang bertakwa.

Oleh, Dr. H. Yayan Nurbayan, M.Ag.