Waktu

Al Quran menunjukan bahwa waktu itu berputar. Waktu terus berjalan dan tidak akan pernah kembali. Dalam surat Ali Imran dijelaskan : Hari-hari itu Kami putarkan, Kami jalankan diantara manusia. Al Quran menggunakan lafadz waktu dengan beberapa bentuk lafadz, diantaranya yaitu: ajal, dahru, waktun, sa’ah dan juga ‘ashr. Semuanya diterjemahkan dengan kata waktu, namun sekalipun sama di dalam terjemah tapi berbeda dalam maksudnya.

Al Qur’an juga menyebut kata waktu dengan kata ajal. Arti ajal yaitu waktu berakhirnya sesuatu. Di dalam Al Qur’an kematian menggunakan kata ajal karena mati berarti waktu untuk hidup sudah berakhir. Allah menjelaskan di dalam surat Yunus ayat 49 : Bagi setiap umat manusia ada batas waktu akhirnya. Jika Al Qur’an menyebut kata waktu dengan dahru, itu menunjukan kepada berjalannya waktu yang dilalui oleh alam raya. Ini ditunjukan dalam surat Al Insaan ayat 1 : Bukankah telah datang atas manusia satu waktu dari masa, sedang dia ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut? Al Qur’an juga menyebut kata waktu dengan kata waktun, yang lafadz itu diambil dan digunakan di dalam bahasa kita dengan kata waktu. Jika Quran menggunakan kata waktu, itu memberi kepada batas akhir kesempatan atau peluang untuk berbuat dan melakukan sesuatu. Oleh karena itu shalat di dalam Al Quran menggunakan kata waktun yang berarti menunjukan dimana peluang atau kesempatan untuk berbuat dari suatu batas sampai batas tertentu, bukan menggunakan kata ajal karena ajal menunjukan batas waktu yang habis. Allah menyebutnya di dalam Al Quran: Sesungguhnya shalat itu merupakan kewajiban bagi orang mukmin, kewajiban yang sudah ditentukan waktu peluangnya untuk berbuat dan melakukan sudah ditentukan.

Al Quran juga suka menyebut kata waktu dengan kata sa’ah. Sa’ah adalah bagian waktu yang terkecil, ini ditunjukan di dalam surat Yunus ayat 49: Apabila datang ajal seseorang, maka tidak bisa untuk diakhirkan dan juga tidak bisa dikedepankan sekalipun dalam bagian waktu yang sangat kecil. Jika kata sa’ah kita lihat di dalam Al Quran menggunakan dua lafadz. Kemudian Al Quran pun menyebut kata waktu dengan kalimat Ashrun yang sering diterjemahkan ‘demi waktu”. Kata Ashr bermakna dari kata Ashoro yang artinya memeras. Oleh karena itu perasan di dalam bahasa Arab dikatakan ashir yaitu jus. Jika diartikan ke dalam makna dasar wal ashri maka akan bermakna peraslah waktu. Hendaknya kita memeras waktu sampai menghasilkan perasan yang bermanfaat, jangan sampai kita melewatkan waktu yang tidak bermanfaat. Semua orang pasti memeras waktu, karena itu ada yang menjelaskan ada dua macam orang yang memeras waktu, yaitu: ada orang yang memeras waktu yang menghasilkan sesuatu yang rugi, dan ada juga orang yang memeras waktu menghasilkan sesuatu yang bermanfaat.

Kesimpulannya adalah waktu di dalam Al Quran ada yang menunjukan kepada sesuatu atau berakhirnya sesuatu yang disebut dengan ajal, waktu yang dilewati oleh alam raya yang disebut dengan dahrun, juga batas sesuatu untuk melakukan yang disebut dengan waktun, atau bagian terkecil dari waktu yang disebut dengan sa’ah, dan waktu juga dalam kaitannya dengan prilaku seseorang, kaitannya dengan amaliah seseorang, kaitannya dengan hidup seseorang yang menghasilkan iman dihubungkannya oleh Allah dengan kalimat ashr.

Malik menjelaskan, tidak ada satu waktu yang dilalui, tidak ada satu hari yang dilalui oleh waktu kecuali waktu itu berbicara. Waktu memanggil anak Adam : Wahai anak Adam aku adalah waktu, aku adalah makhluk yang baru. Tidak ada waktu yang kita lalui dan jalani kecuali yang baru. Hari ini bukan yang kemarin, dan hari yang akan datang bukan hari yang ini. Kata waktu : Aku akan menjadi saksi nanti di hari akhirat, gunakanlah aku semaksimal mungkin, karena jika aku sudah lewat, aku tidak akan pernah kembali sampai dengan datangnya hari kiamat. Ali bin Lai Thalib menjelaskan: jika rizki pada hari ini tidak kita peroleh mungkin kita dapatkan pada hari esok, tapi jika waktu pada hari ini sudah lalu maka jangan harap waktu itu akan kembali lagi. Apa yang telah dilewatkan dari rezeki bisa kita harapkan untuk kembali namun umur yang telah lalu jangan harap akan kembali.

Rasulullah saw menjelaskan di dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Ibnu Hibban dan Hakim: orang cerdas adalah orang yang dapat membagi-bagi waktu, seseorang belum dikatakan cerdas sebelum dia dapat membagi-bagi waktu. Al Quran menginginkan, bertambah waktu maka amal kita semakin baik, bukan bertambah waktu bertambah pula keburukan. Semoga Allah SWT menjadikan kita sebagai hamba Allah, hamba yang patut bersyukur kepada Allah, hamba yang bertambah umur juga bertambah kebaikan, mendapat bimbingan dan mendapat taufiq dan hidayah dari Allah.

Oleh, Dr. H. Dedeng Rosyidin, M.Ag.