Doa dan Makrifat Orde Tiga

Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. Dan apabila mereka melihat perniagaan atau permainan, mereka bubar untuk menuju kepadanya dan mereka tinggalkan kamu sedang berdiri (berkhutbah). Katakanlah: “Apa yang di sisi Allah adalah lebih baik daripada permainan dan perniagaan”, dan Allah Sebaik-baik Pemberi rezeki. (QS. Al Jumu’ah: 10 – 11).

Tafsir dan terjemahaan dua ayat di atas hanya Allah yang tahu. Namun ada yang menarik perhatian penulis yaitu pembelajaran dalam memahami keyakinan. Pengertian keyakinan di sini tidak dimaknai sebagai suatu keimanan (aqidah) yang luas tetapi hanya sebuah keyakinan yang biasa kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh, apa yang akan terjadi setelah kita makan?. Pada umumnya orang percaya bahwa setelah makan perut kita akan kenyang.

Ayat pertama menyatakan, (a) carilah karunia Allah supaya beruntung. dan (b) Ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. Untuk memantapkan keyakinan kita bahwa variable Allah lebih kuat, dipertegas oleh ayat berikutnya yaitu Katakanlah: “Apa yang di sisi Allah adalah lebih baik daripada permainan dan perniagaan”, dan Allah Sebaik-baik Pemberi rezeki. Menurut penulis, keyakinan kita terhadap usaha perdagangan sebagai usaha yang akan memberi keuntungan merupakan keyakinan orde satu. Sebaliknya jika kita memiliki keyakinan bahwa mengingat Allah akan mendatangkan untung dan atau kita meyakini bahwa Allah Sebaik-baik Pemberi rezeki adalah keyakinan orde dua.

Ilustrasi keyakinan orde satu berbasis pada keyakinan logika. Ciri-cirinya memiliki hubungan sebab akibat yang sangat dekat dan dapat diobservasi. Jika Anda ingin memesan suatu barang di sebuah toko. Lalu Anda menunjukkan uang, maka apakah pemilik toko akan memberi barang dagangannya?. Saya yakin, semua pedagang akan memberikan barangnya. Keyakinan Anda terhadap peristiwa jual beli tersebut merupakan keyakinan orde satu.

Berbeda dengan orde satu, orde dua membutuhkan keyakinan yang lebih tinggi. Orde dua membutuhkan keimanan kepada Allah. Orang yang tidak percaya kepada kekuasaan Allah tidak akan mampu menjalankan orde dua. Melaksanakan orde dua sekurang-kurangnya membutuhkan tiga syarat yaitu keihlasan, keyakinan yang kuat, dan berpikir positif (husnusdzon kepada Allah). Tanpa ketiganya sangat sulit merasakan keyakinan orde dua. Orde dua membutuhkan keyakinan transendental. Di antara kita, nampaknya jarang sekali “menyengaja” melakukan keyakinan orde dua. Hal ini karena di setiap melakukan amal kebaikan akan ada proses penepisan dalam hati yaitu menepis terhadap mengingat-ingat perbuatan baik yang telah kita lakukan. Biasanya ditujukan agar amal kita mencapai derajat ikhlas.
Misalnya, setelah shodaqoh terkadang ada harapan agar diganti oleh Allah (sebagaimana janji-Nya) dengan berbisik: “Ya Allah… Engkau maha menghitung… maka hitunglah shodaqoh-ku dan berilah aku rizki yang berlipat ganda sebagai pengganti shodaqoh-ku!”. Namun setelah doanya tidak kunjung terkabul (shodaqohnya tidak segera diganti oleh Allah), maka mulailah ia berusaha untuk berpikir positif: “Ya Allah, ketentuan-Mu adalah yang terbaik bagiku. Saya ikhlas bersodakoh …kok!”. Menurut penulis, usaha memperoleh rezeki yang banyak melalui kegiatan shodaqoh adalah perbuatan yang sah-sah saja bahkan dianjurkan.

Namun akan lebih baik lagi jika melakukan shodaqoh (dan amal kebaikan lainnya) tidak sekedar berharap digantikan di dunia tetapi lebih tinggi dari itu yaitu berharap ridlo Allah. Untuk mencari ridlo Allah membutuhkan upaya yang lebih ikhlas dan lebih pasrah. Oleh karena itu saya namakan keyakinan orde tiga.

“Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi, (QS. Al Faathir [35]: 29). Ayat ini “menyembunyikan” hakikat perniagaan yang tidak akan merugi. Sebuah pernyataan yang hanya dapat dilihat oleh mereka yang memiliki makrifat orde tiga.

Orde tiga memiliki kekuatan yang luar biasa karena dapat “merubah” takdir dari garis qodlo yang telah ditetapkan. Syariatnya adalah dengan cara berdoa yang dapat menembus sumber Ketetapan. Melaksanakan keyakinan orde dua saja (seperti melaksanakan shodaqoh) telah dapat menjamin merubah takdir yaitu dari sebuah kecelakaan menjadi keselamatan. Apalagi dengan orde tiga, setiap gerak langkahnya akan dibimbing oleh Allah. Kekuatan doa merupakan senjata bagi orang-orang yang beriman, karena “tangan” Allah akan bergerak “mengikuti” doa-doa yang dipanjatkan. Allah ridlo kepada mereka dan merekapun ridlo kepada-Nya.

Kekuatan doa akan sangat berperan ketika tidak dapat diatasi oleh keyakinan orde satu. Mungkin dapat diilustrasikan dengan contoh sebagai berikut. Di suatu waktu ada dua orang beriman yang sama-sama berharap cinta dari seorang gadis. Mukmin pertama telah lebih dahulu meminang sang gadis, maka secara otomatif si mukmin kedua tidak dapat meminang gadis yang sama. Si mukmin kedua tidak dapat melamar gadis impiannya karena masih dalam ikatan pinangan orang lain. Apa yang harus dilakukan oleh si mukmin kedua?. Jawabannya hanya satu yaitu “berdoa!”.

Bagi mukmin pertama, mungkin dapat melakukan langkah orde satu. Misalkan dengan cara mengumpulkan uang, sebarkan undangan, hadirkan saksi, maka terjadilah pernikahan. Sebaliknya bagi si mukmin kedua, ia hanya berharap adanya “keputusan lain” dari Sang Maha Kuasa untuk merubah takdir. Di dalam doanya hanya ada kepasrahan dan mengingat kekasihnya yang akan segera menikah. Doa-doanya akan dilantunkan dengan lemah lembut, bahkan dengan cara yang sangat hati-hati karena bisa jadi “batal” ketika ia berbisik untuk mencederai pertunangan dan atau rencana pernikahan orang lain!.

Demikianlah pemahaman saya tentang orde keyakinan. Harapan saya, ketika kita sedang menjalankan orde dua (atau tiga) janganlah diukur dengan logika orde satu. Kekecewaan kita akan merusak amal kebaikan kita sendiri, jika amal orde dua diukur dengan orde satu. Kalau kita bershodaqoh maka shodaqoh-lah dengan ikhlas (orde dua), karena kalau ingin segera “diganti” oleh Allah dari apa-apa yang kita shodaqohkan, maka sesungguhnya Anda telah mengukur orde dua dengan orde satu. Hal itu bukanlah pada wilayahnya.

Akhirnya, apapun bentuk klasifikasi tentang orde keyakinan, tulisan ini hanyalah merupakan hasil proses tafakur dari sudut pandang orang awam. Dalam kehidupan sehari-hari lakukanlah ketiganya dengan harmonis karena ketiganya saling berhubungan, saling ketergantungan, dan saling mendukung. Ujung-ujungnya hanya ada tiga frase yaitu sempurnakan ihktiar, ikhlas (tawakal), dan perbanyaklah berdoa. Wallahu’alam.

Oleh, Dr. Ahmad  Yani

Leave a Reply

Your email address will not be published.