Ikrar Seorang Muslim, Siap Ta’at

“Kami dengar dan kami taat. Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali”.

Ketika turun firman Allah SWT :”…Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikan, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatan itu…”. (QS. Al Baqarah [2] : 284). Dalam satu riwayat para sahabat mengadu kepada Rasulullah Saw : “Jika kami disiksa, disebabkan perkataan dan perbuatan kami, itu tidak jadi soal. Tapi jika kami disiksa disebabkan yang terlintas dalam hati kami, maka sesungguhnya itu tidak bisa kami kendalikan”.

Mendengar pengaduan itu, Rasulullah Saw langsung menjawab : “Apakah kalian hendak berkata seperti dua ahli kitab sebelum kalian : “Kami dengar tapi kami menyalahi (ma’siat) ? Katakanlah : “Kami dengar dan kami taat. Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali”. (Tafsir Ibnu Katsir terkait QS. Al Baqarah [2] : 284-285). Artinya, dalam syari’at Allah SWT dan Rasul-Nya, yang harus didahulukan adalah ikrar kita, sebagai seorang Muslim, senantiasa siap ta’at. Persoalan bahwa kemudian ada hal-hal yang diluar kemampuan kita, maka kita memohon ampunan kepada Allah SWT yang Maha Pengampun dan Maha Penerima Taubat. Dan tentunya, sesudah kita berupaya semaksimal mungkin untuk mengamalkannya.

Taklif (beban tugas) dari Allah SWT pasti akan sesuai dengan kemampuan dan kesanggupan kita. Dalam hal ini Rasulullah Saw kemudian menegaskan bahwa yang terlintas dalam hati, misalnya ada niat buruk, walau terhisab, tetap tidak akan dicatat selama tidak dilakukan. Sebaliknya jika niat untuk beramal kebaikan, kendati belum dilakukan, Allah SWT mencatatnya sebagai satu pahala kebaikan. Apalagi kalau niat baik itu langsung diwujudkan, dengan niat yang ikhlas karena Allah semata, niscaya pahalanya berlipat ganda. Itulah sifat Ar-Rahman dan Ar-Rahim Allah SWT.

Di tengah digembar-gemborkannya paham demokrasi, liberalisme, HAM, pluralisme, sekularisme, serta isme-isme lainnya, oleh sekelompok orang-orang munafiq dan orang-orang yang memusuhi Islam, maka Dzikra (peringatan) Allah SWT tersebut di atas mutlak dicamkan, dita’ati, dan diwujudkan dalam kehidupan kita sehari-hari. Beberapa peringatan Allah dan Rasul-nya yang sangat mendasar :

Agama Yang Diterima Di Sisi Allah Hanyalah Islam

Ini dinyatakan oleh Allah SWT sendiri di dalam beberapa firman-Nya, antara lain :

  1. 1. “Sesungguhnya agama yang diterima di sisi Allah hanyalah Islam”. (QS. Ali ‘Imran [3] :19);
  2. 2. “Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi”. (QS. Ali ‘Imran [3] : 85);
  3. 3. “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam”.(QS. Ali ‘Imran [3] : 102).

Agama Islam Adalah Agama Yang Telah Sempurna, Tidak Perlu Ditambah Atau Dikurangi

Ini pun dinyatakan oleh Allah SWT sendiri dalam firman-Nya : “…pada hari ini aku telah sempurnakan untukmu agamamu, dan aku telah cukupkan nikmat-Ku untukmu, serta telah Aku ridhai Islam sebagai agamamu…”. (QS. Al-Maidah [5] : 3).

Perintah Agar Berpegang Teguh Kepada Al Qur’an Dan As Sunnah, Dijamin Tidak Akan Tersesat Selamanya

Sumber ajaran agama Islam, hanya dua yaitu Al Qur’an dan Sunnah (Hadits) Shahih, tidak ada sumber-sumber lainnya.

1)      Perintah Allah SWT, dalam firman-Nya : “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan ulil amri (pemimpin-pemimpin) kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu)dan lebih baik akibatnya”. (QS. An Nisa [4] : 59);

2)      Perintah Nabi Muhammad Saw, dari Ibnu ‘Abbas, sesungguhnya Rasulullah Saw khutbah di hadapan orang-orang pada waktu haji wada’, beliau bersabda : “Sesungguhnya syetan telah berputus asa untuk disembah di negerimu, akan tetapi ia ridha untuk ditaati dalam hal-hal selain itu dari apa-apa yang kamu anggap sepele. Maka berhati-hatilah kamu. Sesungguhnya aku telah meninggalkan sesuatu bagimu, jikalau kamu berpegang teguh dengannya,maka kamu tidak akan sesat selamanya, (yaitu) Kitab Allah (Al Qur’an) dan Sunnah Nabi-Nya”. (H.R. Hakim).

Perintah Rasulullah Saw Tentang Urusan Agama Dan Dunia

Rasul memerintahkan bahwa apapun urusan tentang Agama, mutlak harus mengacu kepada Nabi, sementara untuk urusan Dunia bebas terserah kita selama tidak diatur oleh Agama. Sebagaimana hadits dari Anas r.a., Rasullullah Saw telah bersabda : “apabila ada sesuatu urusan duniamu, maka kamu lebih mengetahui. Dan apabila ada urusan Agamamu, maka kembalikanlah padaku”. (H.R. ahmad).

Maksudnya pula, untuk urusan beragama harus bertitik tolak dari dalil, yaitu dari Al Quran dan Sunnah, jangan bertitik tolak dari guru, madzhab, tempat, organisasi, akal, perasaan, dan tradisi (kebiasaan).

Ancaman Rasulullah Saw Bagi Orang Yang Meninggalkan Sunnahnya

Dari Anas r.a., Rasulullah Saw telah bersabda : “Barang siapa yang meninggalkan sunnahku, maka ia bukan ummatku”. (H.R. Muslim)

Walau Bertentangan Dengan Rasio (Akal Sehat) Aturan Al Quran dan Sunnah Wajib Ditaati

Perintah taat kepada Allah SWT dan rasul Saw sifatnya mutlak, yaitu baik yang dimengerti oleh akal (rasio) manusia atau pun tidak. Sebagaimana dilakukan Umar bin Khathab, dari ‘abbas bin Rabi’; “Saya melihat Umar bin Khathab mencium hajar aswad (waktu thawaf), kemudian umar berkata : “Aku tahu bahwa engkau adalah batu, tidak memberi madharat dan tidak memberi manfaat. Andai aku tidak melihat Rasulullah menciummu (hajar aswad), niscaya aku tidak akan menciummu”. (H.R. Bukhari, Muslim).

Bahaya Bid’ah Dan Sanksi Berbuat Bid’ah

Bid’ah adalah perbuatan mengada- ada dalam agama. Menambah, mengurangi, atau merekayasa perbuatan ibadah yang tidak dicontohkan oleh Rasulullah Saw.

Bahaya Bid’ah : Dari Abu bakar Shiddiq r.a., Rasulullah Saw bersabda bahwa iblis berkata “ Aku membinasakan manusia dengan dosa dan mereka membinasakanku dengan istighfar. Ketika aku melihat itu, aku binasakan mereka dengan keinginan melakukan pekerjaan bid’ah, agar mereka mengira mereka mendapat petunjuk yang benar, maka akibatnya mereka tidak memohon ampunan kepada allah (karena merasa tidak bersalah)”. (H.R. Ibnu Abi ‘Ashim).

Sanksi Berbuat Bid’ah : Dari Sahl bin Sa’ad r.a., Rasulullah Saw bersabda : “aku mendahuluimu di sebuah telaga. Siapa yang lewat pasti minum, dan siapa yang minum pasti tidak akan haus selama-lamanya. Sungguh akan datang padaku satu kaum yang aku kenal mereka dan mereka kenal aku, kemudian dihalangi antara aku dengan mereka, maka aku berkata : Ya Allah ! mereka adalah ummatku—kemudian dikatakan (hai Muhammad) engkau tidak tahu apa yang mereka ada-adakan setelahmu. Aku (Nabi) berkata : “Jauh ! Jauhlah bagi orang yang mengubah agama setelahku”. (H.R. Bukhari).


Oleh : Drs. H. Eddy Sopandi

Leave a Reply

Your email address will not be published.