Ketika Rasa Aman Terabaikan

KETIKA RASA AMAN TERABAIKAN

Dr. H. Munir, M.IT *

Suasana yang aman dan tentram adalah suasana yang diidam-idamkan oleh setiap orang.  Rasa aman dan tentram adalah rasa dimana kita merasa dapat melakukan segala hal tanpa ada gangguan sama sekali atau rasa dimana kita akan merasa tenang jika apa yang kita miliki tidak diusik oleh orang yang tidak kita kehendaki atau perasaan yang nyaman dimana kita tidak mempunyai prasangka yang buruk kepada seseorang. Perasaan aman atau tidak aman mungkin baru kita rasakan ketika aktivitas kita terganggu oleh sesuatu yang ekstrim. Misalnya: seorang mahasiswa sedang giat belajar tiba-tiba motornya ada yang mencuri atau seorang dosen yang sedang sibuk mengajar tiba-tiba mobilnya di bobol maling atau seorang karyawan yang sebagian hidupnya dihabiskan di tempat kerja namun kendaraannya yang diparkir ada yang mengganggu. Rasa aman adalah keinginan dan tanggung jawab bersama. Karena sangat pentingnya rasa aman dalam diri kita, kita menempatkan kebutuhan terhadap rasa aman lebih diutamakan daripada kebutuhan terhadap makanan dan minuman. Karena orang yang cemas dan khawatir serta penuh ketakutan tidak akan bisa merasakan enaknya makanan dan minuman sebagaimana mestinya. Kita mengharapkan semua tempat yang kita injak dan kita diami terasa aman, di rumah maupun di tempat kerja ataupun dimana saja kita mengharapkan rasa aman. Nabi Ibrahim ‘alaihissalam pernah berdo’a agar kota Makkah tempat istri dan anaknya tinggal (atau masyarakat) menjadi kota yang aman dan dimudahkan rizki untuk bekal kehidupannya. Do’a Nabi Ibrahim dalam al-Qur’an :

“Wahai Rabbku, jadikanlah negeri ini negeri yang aman sentosa dan berikanlah rizki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman di antara mereka kepada Allah dan hari kemudian.” [QS.Al-Baqarah: 126].

Di dalam ayat tersebut Nabi Ibrahim ‘alaihissalam lebih mendahulukan untuk meminta kehidupan yang aman setelah itu disusul dengan meminta rizki, maka jelaslah bahwa kebutuhan terhadap kehidupan yang aman di muka bumi ini merupakan kebutuhan yang sangat diutamakan. Rasa aman di tempat kerja dan atau ditempat mencari ilmu akan memberikan keberkahan dan kemudahan terhadap rizki dan ilmu.  Oleh karena itu pula kita berusaha agar di muka bumi pada umumnya menjadi aman dan nyaman. Allah Ta’ala dan Rasul Allah Muhammad saw menjamin rasa aman bagi setiap manusia tanpa membedakan apakah dia seorang muslim atau non muslim. Allah Ta’ala berfirman dalam Al-Quran [QS.At-Taubah (9):29]

“…..mereka tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk.

Dan kata Rasul Allah Muhammad saw  “Orang beriman itu ialah orang yang membuat rasa aman terhadap sesamanya dari harta dan jiwanya.” [HR. Ibnu Majah dan Ahmad dari Fadhalah ibn Ubaid].

Abdullah ibn ‘Amr ra., berkata, aku mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Seorang muslim itu dengan orang yang muslim yang lainnya merasa selamat dari gangguan lidah dan tangannya, orang yang berhijrah adalah orang yang menahan diri dari apa yang dilarang Allah kepadanya.” [HR. Ahmad]. Bahkan Rasul Allah Muhammad saw dalam hadist lain mengatakan: “Bintang-bintang adalah pemberi rasa aman bagi langit. Maka, apabila bintang-bintang itu telah pergi, niscaya langit akan mengalami apa yang telah dijanjikan kepadanya. Aku adalah pemberi rasa aman bagi para Sahabatku. Maka, apabila aku telah pergi, niscaya akan datang kepada para Sahabatku apa yang telah dijanjikan kepada mereka. Dan semua Sahabatku adalah pemebri rasa aman bagi ummatku. Maka, apabila semua Sahabatku telah pergi, niscaya akan datang kepada ummatku apa yang telah dijajikan kepada mereka.” [HR. Muslim]. Dan begitu juga hadist :
Barangsiapa membunuh seorang kafir dzimmi, maka dia tidak akan mencium bau surga. Padahal sesungguhnya bau surga itu tercium dari perjalanan empat puluh tahun. ” [HR. An Nasa’i. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih]. Kafir dzimmi adalah seorang non muslim yang tunduk dan patuh kepada aturan yang ditetapkan oleh Rasulullah SAWW dan sebagai konsekuensinya beliau membayar jizyah yang berarti semacam pajak yang dipungut dari rakyat non Muslim merdeka dalam negara Islam, yang dengan pajak itu mereka mengesahkan perjanjian yang menjamin mereka mendapat perlindungan.

Apa sesungguh upaya yang harus dilakukan untuk mewujudkan kehidupan masyarakat yang aman dan tentram, khususnya di lingkungan kerja kita dan tempat kita menimba ilmu. Apakah masalah keamanan diatur dan diputuskan dengan cara sepihak dilakukan oleh pihak berwenang yaitu dengan cara menetapkan keputusan yang tidak populer kepada masyarakat dan mengabaikan segala upaya yang ingin menghalanginya? Ataukah dengan cara menjadikan keinginan mayoritas orang sebagai tolok ukur kebenaran dan memberikan keleluasaan kepada tiap orang untuk berbuat sesuai selera masing-masing? Keputusan sepihak menjadikan kita terbelenggu dan berontak sedang membiarkan orang sepuasnya menjadikan lingkungan kita tidak teratur dan keamanan tidak terjamin. Kalau kita akan terapkan dan dipaksakan semacam Jizyah kita orang muslim dan kebanyakan diantara kita muslim ataukah menerapkan sumbangan sukarela yang kemungkinan tidak akan ada ujung pangkalnya ataukah lembaga/institusi membebaskan semua itu sebagai pelayanan publik dan menjamin semuanya. Kalau semua langkah tidak bisa menyelesaikan masalah, maka mari kita duduk bersama untuk musyawarah dan mufakat untuk mencari solusi yang terbaik tidak merugikan dan atau menguntungkan sebelah pihak. Allah Ta’ala berfirman dalam al-Quran dan begitu juga telah banyak dicontohkan oleh Rasul Allah Muhammad SAWW : “…dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu…” [QS. Ali Imran (3):159].

Dalam ayat lain, Allah SWT berfirman,

“Sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka” [QS. asy-Syura (42):38].

*) Penulis adalah Direktur Direktorat TIK – UPI dan Dosen pada SPS UPI

Leave a Reply

Your email address will not be published.