Khiyarul Ummah

Tanpa terasa hari demi hari, berkurang terus sisa umur kita, yang kadang-kadang kita tidak sempat menghisab diri. Sudah punya bekalkah kita untuk menghadap Allah swt. ? Momen seperti sekarang ini, hari Jum’at, di saat-saat orang masih hiruk pikuk dengan berbagai kesibukannya, alhamdulillah kita berada di Masjid menunaikan seruan Allah swt.

Islam yang kita anut sangat mementingkan ajaran kasih di antara sesamanya. Diajarinya kita untuk selalu santun, tidak menyakiti hati orang, tidak agresif. Diajarinya kita untuk menggunakan bahasa yang baik :
…Sekiranya engkau bertindak kaku dan keras, orang akan menghindar dari sekelilingmu…. (Q.S. 3 Ali Imran:159)

Mari kita belajar santun, menghargai orang, dan berbudi halus. Mari kita simak ajaran Rasulullah saw., yang menyuruh menyebarkan kasih sayang, menciptakan suasana sejuk dan menyejukkan.

Kita sudah terlalu lelah untuk menyimak lingkungan yang serba kasar, menghujat orang, menyalahkan orang lain, membeberkan aib orang. Diajarinya kita untuk selalu memperhatikan perasaan orang, untuk berbuat baik, bajik dan bijak.
Barang siapa memberi sesuap yang manis-manis pada sesamanya, Allah akan memalingkan dari dirinya kepahitan menunggu yaumal Qiyamah.
(al-Hadits)

Dibimbingnya kita oleh Rasulullah agar termasuk Khiyarul Ummah, sebagaimana dilukiskan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar :
Hadits diterima melalui Ibn Umar r.a. bahwasanya Rasulullah bersabda, “Umatku terbaik dalam setiap abad ada lima ratus orang dan sebagai gantinya (abdal) ada empat puluh orang. Yang lima ratus tidak akan berkurang, demikian pula yang empat puluh orang. Setiap ada yang meninggal, Allah akan menggantinya dengan orang lain (untuk mengisi kekosongan itu).” Para sahabat bertanya, “wahai Rasulullah tunjukanlah kepada kami perbuatan mereka.” Rasulullah menjawab,”Mereka memaafkan orang yang menzhaliminya; mereka berbuat baik kepada orang yang berbuat buruk kepadanya; mereka saling menyantuni sesamanya dengan rizki yang diperolehnya (suka berbagi rizki).” (al-Hadits)

Apakah kita termasuk Khiyarul Ummah itu, ataukah termasuk pecinta Allah? Mari kita lihat alat ukur yang dikemukakan Rasulullah saw. Dalam hadits berikut ini.
Aku melihat (dalam suatu mimpi) suatu kaum dari umatku yang belum diciptakan, dan akan diciptakan sesudah ini, sesudah sekarang. Aku mencintai mereka dan mereka mencintaiku, saling menasehati, saling merendahkan diri. Mereka berjalan di tengah masyarakat lemah lembut, dibimbing cahaya Allah, sopan, santun, dan penuh ketakwaan. Mereka selamat dari orang lain sebagaimana orang lainpun terperihara darinya. Ini disebabkan kesabaran dan kelembutannya. Kalbunya tentram dengan zikir kepada Allah; masjid mereka ramai dengan shalat; mereka mengasihi orang kecil dan yang muda, dan menghormati orang besar dan orang tua (yang patut dihormati). Mereka selalu saling menyantuni satu sama lain. Orang kayanya mengunjungi orang miskin, mengunjungi orang sakit dan mengantar jenazahnya.

Selanjutnya Rasulullah saw., membacakan ayat Al Quran , yang artinya :
Dan hamba-hamba Allah Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan. Dan orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Rabb mereka. Dan orang-orang yang berkata: “Ya Allah, ya Rabbana, jauhkanlah adzab jahanam dari kami. Sesungguhnya adzabnya itu adalah kebinasaan yang kekal. Sesungguhnya jahanam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat kediaman. Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah di antara yang itu. Dan orang-orang yang tidak menyeru tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina. Barangsiapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya). (Q.S. 25 Al-Furqan: 63).

Di dasarkan pada ayat tersebut, para ulama menjabarkan sifat-sifat Ibadur Rahman itu. Mereka berkata :
Ibadah menjadi perhiasan mereka, Taat kepada Allah menjadi pemanis hidup mereka.
Dan Kefakiran menjadi kemuliaan mereka. Dan cinta pada Allah menjadi keni’matan mereka.
Hanya kepada Allah mereka perlu, dan taqwa menjadi bekal mereka.
Hidayah menjadi kendaraan mereka, dan Quran menjadi bahan pembicaraan mereka.
Dzikir menjadi hiasan mereka, dan qanaah menjadi amal mereka.
Ibadah menjadi upaya mereka, sedang setan menjadi musuh mereka.
Kebenaran menjadi penjaga mereka, siang menjadi alat belajar.
Malam menjadi bahan renungan, hidup menjadi perjalanan mereka.
Maut menjadi rumah mereka, dan kubur menjadi benteng mereka.
Surga Firdaus menjadi tempat tinggal mereka, dan memandang Rabbul ‘alamin menjadi cita-cita mereka (Ruhul Bayan 6:41).

Semoga kita semua dapat memenuhi kriteria Khiyarul Ummah, dan termasuk ‘Ibadurrahman yang dilukiskan dalam al-Quran.

Oleh , Prof. Dr. H. A. Juntika Nurihsan, M.Pd.