Memaknai Tahun Baru Hijriyah

Umat Islam dari berbagai negara di dunia akan menghadapi Tahun Baru 1436 Hijriyah (tanggal 1 Muharram 1436 Hijriyah) yang jatuh bertepatan dengan tanggal 25 Oktober 2014 Masehi. Entah mengapa peringatan Tahun Baru Hijriyah ini biasanya tidak sesemarak peringatan Tahun Baru Masehi.

Sejatinya moment peringatan Tahun Baru Hijriyah ini dijadikan sebagai moment muhasabah (renungan), apa saja yang telah kita lakukan selama satu tahun ke belakang dan proyeksi apa yang akan kita lakukan untuk satu tahun ke depan. Apakah waktu satu tahun penuh tersebut telah/akan digunakan untuk aktivitas ibadah.

Berkenaan dengan renungan mengenai waktu ini Nabi Muhammad pernah berkata bahwa: “Kedua kaki seorang hamba tidak akan bergeser pada hari kiamat sehingga ditanya tentang empat perkara: tentang masa mudanya, digunakan untuk apa, tentang hartanya, darimana diperoleh dan kemana dihabiskan dan tentang ilmunya, apa yang dilakukan dengan ilmunya.” (HR. Tirmidzi).

Khalifah kedua, Umar bin Khatab, adalah seorang yang menganjurkan untuk senantiasa melakukan renungan pada setiap kesempatan, “Hitunglah diri kalian, sebelum datang hari perhitungan”.

Sang Tauladan
Segala perkataan, perbuatan, dan diamnya Nabi Muhammad merupakan akhlak mulia, diantaranya sidiq (benar), amanah (dapat dipercaya), fathonah (cerdas), dan tabligh (menyampaikan), bahkan Aisyah menyatakan bahwa akhlak Nabi Muhammad adalah Al Quran.

Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad berkata, “Sungguh, aku diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia.” (HR. Baihaqi dan Al-Hakim). Maka dari itu para sahabat, dan ulama generasi setelahnya mencari dan mengumpulkan petunjuk berkenaan dengan perkataan, perbuatan, dan diamnya Nabi Muhammad, hingga menyusunnya menjadi sebuah panduan ibadah dan muamalah yang dikenal sebagai Alhadits. Al Quran dan Alhadits adalah jalan keselamatan dunia dan akhirat.

Penanggalan Hijriyah
Titik penting perjalanan dakwah Nabi Muhammad selama 23 tahun, 13 tahun di Mekah dan 10 tahun di Madinah, yaitu peristiwa hijrah yang terjadi pada Bulan September Tahun 622 Masehi, hijrah secara bahasa dimaknai perpindahan secara fisik dari Mekah ke Madinah, hijrah secara istilah artinya perpindahan ke arah yang lebih baik (syar’i). Para sahabat penduduk Mekah yang mendampingi dan mengikuti hijrah ini disebut Muhajirin, sedangkan para sahabat penduduk Madinah yang menyambut kedatangan Nabi Muhammad beserta pengikutnya disebut Anshar. Pasca hijrah ke Madinah perkembangan dakwah Nabi Muhammad berkembang pesat, hingga mendirikan Madinnatun Nabi “Madinah Negeri Nabi”, sebuah negeri yang heterogen baik dari segi agama dan kepercayaan, suku bangsa, dan lainnya. Hingga kini peristilahan Madani diadopsi sebagai sistem pemerintahan masyarakat sipil yang hidup berdampingan dalam kemajemukan.

Saking pentingnya peristiwa hijrah ini, hingga khalifah kedua Umar bin Khatab atas usul Ali bin Abi Thalib menetapkan peristiwa tersebut sebagai sistem penanggalan tersendiri. Sistem penanggalan ini dinamakan Hijriyah yang mengacu pada peredaran bulan (Kamariah), memiliki 12 bulan dalam setahun (Muharram, Safar, Rabiul awal, Rabiul akhir, Jumadil awal, Jumadil akhir, Rajab, Syaban, Ramadhan, Syawal, Dzulkaidah, dan Dzulhijjah), memiliki tujuh hari dalam seminggu [al-Ahad (hari pertama/Minggu), al-Itsnayn (hari kedua/Senin), ats-Tsalaatsa’ (hari ketiga/Selasa), al-Arba’aa/ar-Raabi’ (hari keempat/Rabu), al-Khamsatun (hari kelima/Kamis), al-Jumu’ah (hari keenam/Jumat), dan as-Sabat (hari ketujuh/Sabtu)], pergantian hari/tanggal dimulai waktu Maghrib ketika terbenam Matahari. Penentuan awal bulan tergantung pada penampakan bulan sabit pertama (hilal), ditandai dengan munculnya hilal setelah bulan baru (ijtimak). Bulan sabit dan bintang ini dijadikan simbol persatuan umat Islam hingga kini.

Pemberlakuan Tahun Hijriyah sebagai Tahun Islam ini dimulai pada tahun 638 Masehi (17 Hijriyah), tahun keenam pasca wafatnya Nabi Muhammad, sedangkan tanggal 1 Muharam Tahun 1 Hijriah bertepatan dengan tanggal 16 Juli 622 Masehi.
Wallahu a’lam bishshawab.

Oleh, Ade Sunarya