Tahun Baru Hijriah

           Baru beberapa hari yang lalu kita memasuki tahun baru Hijriah. Sebetulnya tahunnya tidak baru tapi tanggalnya yang baru, tanggal satu Muharram yang merupakan bulan pertama di dalam kalender Arab. Adapun tahunnya sendiri tahun Hijriah itu menggunakan, ketika Islam mulai bangkit yaitu ketika Rasulullah saw. beserta para sahabatnya hijrah dari mekah ke Madinah. Kota Madinah itu sendiri diberi nama oleh Rasulullah saw. sebagai madinatul munawaroh, Madinah dalam arti kota, al munawaroh yang bercahaya atau Madinah dalam arti masyarakatnya berperadaban. Jadi sesungguhnya kata Madinah sebagai suatu tempat, sebagai suatu nama yang diberikan kepada tempat. Itu menggambarkan tentang, bahwa selain pada saat itu memang Rasulullah saw. mengajarkan peradaban baru, peradaban yang disebut dengan peradaban Islam juga kedepan menjadi suatu kota yang menjadi panutan terutama di dalam pengembangan peradaban.

         Setiap tahun baru, pada umumnya orang merayakan datangnya tahun baru tersebut, meramaikan datangnya tahun baru tersebut. Bahkan dengan tahun baru terutama tahun baru syamsiah, itu sering kali orang berpesta pora merayakan tahun baru seakan-akan dia tidak ingat bahwa suatu saat nanti dia tidak bisa merayakan lagi karena ajalnya sudah datang. Tetapi kita umat Islam tidak diajarkan untuk berpoya-poya merayakan tahun baru itu, tetapi sepatutnya kita umat Islam pada saat kita memasuki tahun baru justru kita melakukan muhasabah tentang apa yang sudah kita perbuat di masa-masa yang lalu, apa yang seharusnya kita perbuat namun belum kita perbuat itu yang disebut muhasabah. Dalam arti apa? Dalam arti kita berusaha introsfeksi, berusaha mengkalkuasi dan berusaha mengaudit perbuatan-perbuatan kita di masa-masa yang lalu dengan harapan kita bisa meningkatkan semuanya untuk tahun-tahun yang akan datang. Karena Sayyidina Ali mengatakan bahwa hari ini harus lebih baik dari hari kemarin, tahun ini harus lebih baik dari tahun kemarin. Lengkapnya Sayyidina Ali menasehati kita “barang siapa hari ini lebih jelek dari hari kemarin, hari ini lebih buruk dari hari kemarin maka dia itu celaka dan barang siapa hari ini sama dengan hari kemarin maka orang itu merugi, dan barang siapa hari ini lebih baik dari hari kemarin maka dia adalah orang yang berbahagia”.

        Jadi muhasabah yang kita lakukan setiap awal tahun itu dengan harapan dan dengan komitmen supaya kita di tahun ini akan berusaha untuk menjadi lebih baik sehingga apa yang kita lakukan pun bukan berpoya-poya seolah-olah kita optimis bahwa hidup ini akan seribu tahun kita jalani. Padahal kenyataannya Allah SWT. sudah menggariskan kepada kita “apabila ajal sudah mendatangi kita maka tidak akan ada yang bisa memajukan dan juga tidak akan ada yang bisa memundurkan sedetikpun”. Jadi artinya apa? Kita tidak tahu ajal kita itu kapan, ajal setiap saat menunggu kita, oleh karena itu kita sebagai muslim diajarkan oleh Rasulullah saw. agar kita terus mengingat-ingat, jangan sampai kita nanti di yaumil mahsyar kelak menjadi orang yang benar-benar menyesal sebagaimana digambarkan di dalam Surah Al Munafiqun ayat 10 dan ayat 11. Banyak orang nanti di yaumil mahsyar ketika dibangkitkan dari kubur menyesal dengan mengatakan “wahai Tuhan kami andai saja Engkau mengakhirkan ajalku, kepada ajal yang dekat maka niscaya aku akan menjadi orang jujur, menjadi orang benar, menjadi orang yang selalu mentaati syariat-syariat Islam dan aku niscaya akan menjadi orang yang sholeh”. Tapi penyesalan itu tidak ada gunanya karena sudah berlalu, ajal sudah menjemput.

       Kemudian pada ayat berikutnya Allah menggambarkan, “Allah tidak akan mengakhirkan individu kalau sudah datang ajalnya dan Allah maha mengetahui terhadap apa yang kalian kerjakan”. Di dunia kita bisa bersembunyi dari mata manusia, dari jeratan-jeratan hukum tetapi di akhirat tidak ada yang bisa tersembunyi, tidak ada yang bisa disembunyikan. Karena apa? Pada saat itu digambarkan dalam surat Yasin bahwa pada saat itu mulut dibungkam, tangan bersaksi, kaki bersaksi. Tangan bersaksi bahwa aku inilah yang melakukan perbuatan itu, kaki bersaksi bahwa aku inilah yang mengantarkan orang ini melakukan perbuatan-perbuatan itu. Jadi tidak ada lagi yang bisa membohongi pada saat nanti di pengadilan yang maha adil.

   Oleh karena itu, kita sebagai muslim masih dekat taggal satu Muharram. Kita muhasabah terhadap apa-apa saja yang sudah kita lakukan, kejelekan-kejelekan apa yang sudah kita lakuakan. Kalau kejelekan itu menyangkut urusan hak antara manusia dengan Allah SWT. mintakan tobat kepada Allah. Kalau urusan itu berkaitan dengan haknya orang lain, hak-hak anak Adam, hak-hak negara maka kita harus berurusan dengan orang-orang itu, mintakan ampunan supaya kita nanti jangan sampai di akhirat kelak menjadi orang yang merugi.

          Bulan Muharram ini ada suatu tanggal yang biasa, bukan merayakan tetapi biasa kita gunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. yaitu tanggal sepuluh bulan Muharram. Makanya di dalam Islam tanggal sepuluh bahkan Rasulullah saw. menamainya tanggal sepuluh Muharram itu dengan Asyura. Artinya hari kesepuluh, di bulan Muharram itu ada hari kesepuluh.

         Menurut riwayat di jelaskan, tanggal sepuluh asyura itu tanggal Allah menyelamatkan orang-orang yang dicintai olehnya yaitu diantaranya Nabi Ibrahim as. ketika masih kecil sebelum menjadi Nabi. Kita tahu cerita tentang Nabi Ibrahim bahwa beliau adalah bertentangan akidahnya dengan akidah masyarakat disitu sehingga beliau menghancurkan berhala-berhala yang disembah oleh masyarakat di kerajaan itu, kemudian akhirnya ditangkap dan dibakar hidup-hidup tetapi kita tahu semua bahwa ketika Nabi Ibrahim dibakar, Allah berfirman kepada api “Wahai api jadilah kamu dingin dan selamatkan Ibrahim”. Menurut riwayat Nabi Ibrahim as. keluar dari pembakaran dan selamat itu tanggal sepuluh Muharram. Kemudian Nabi Musa selamat dari kejaran Firaun. Konon pada tanggal sepuluh bulan Muharram. Begitupula Nabi Nuh as. ketika beliau bersama kaumnya itu ditimpa banjir yang sangat luar biasa, sehingga beliau sebelumnya mempersiapkan diri dengan membuat kapal yang ternyata pengikutnya hanya tujuh puluh orang saja.

        Jadi artinya ada peristiwa-peristiwa dimana Allah menyelamatkan manusia-manusia yang dicintainya pada tanggal sepuluh, dan ini diabadikan oleh Rasulullah saw. Rasulullah saw bersabda “hari ini hari asyura”. Jadi yang menamai sepuluh Muharram itu asyura beliau. Kalian tidak diperintahkan untuk berpuasa tapi saya ini berpuasa. Jadi di tanggal sepuluh bulan Muharram itu Rasulullah berpuasa, kemudian di dalam hadits ini dilanjutkan “barang siapa yang berkehendak untuk puasa silakan, tapi kalau mau tidak puasa juga silakan”. Jadi pada tanggal sepuluh itu ada anjuran kita di sunnahkan untuk berpuasa.

         Kita tahu bahwa puasa itu banyak sekali hikmahnya, diantaranya menyehatkan badan. Rasulullah saw. menganjurkan kepada kita, kalau kalian ingin sehat berpuasalah/berpuasalah kalian nanti kalian sehat. Jadi artinya selain kita memperoleh pahala yang besar karena kita mengikuti sunnah Rasulullah saw. juga insya Allah menjadi sehat. Bahkan Rasulullah sendiri pada hadits ini, itu dijelaskan “seandainya aku ini menjumpai tahun depan niscaya aku benar-benar akan berpuasa di tanggal sembilan”. Bukan hanya tanggal sepuluhnya tapi tanggal sembilannya. Jadi artinya bulan Muharram itu selain kita dianjurkan atau disunnahkan untuk berpuasa tanggal sepuluh, Rasulullah bahkan berkomitmen seandainya aku jumpai tahun yang akan datang maka aku akan berpuasa tanggal sembilannya juga. Jadi kita kalau mau mengikutinya, kita disunnahkan untuk puasa tanggal Sembilan dan tanggal sepuluh bulan Muharram. Ini yang seharusnya kita ikuti di dalam rangka kita merayakan tahun baru Islam. Janganlah kita gunakan tahun baru dirayakan dengan perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan ajaran-ajaran agama Islam, tetapi kita harus berusaha selain merayakan sesuai atau tidak bertentangan dengan ajaran agama Islam juga kita merayakannya dengan berpuasa, terutama tanggal Sembilan dan tanggal sepuluh.

Oleh, Prof. Dr. H. Muhammad Ali, MA.