Pendidikan Berwawasan Tauhid

Khutbah Idul  Fitri 1 Syawal 1409 H./1999 M.

Oleh,
Prof. H.M. Abdul Kodir, M.Sc.

لبسم الله الرّحمن الرّحيم

السّلام عليكم ورحمة الله وبركاته

الحمد للّه الّذى جعل اليوم عيدا لعباده المؤمنين. وختم به شهر الصّيام للمخلصين. وجعل فى طاعته عزّ الدّنيا والآخرة للطّائعيم. وفى معصيّته ذلّ الدّارين للعاصين. أشهد أن لاّ اله الاّ الله وحده لا شريك له شهادة تطهّر القلوب من الغشّ اللّعين. وأشهد أنّ محمّدا عبده ورسوله أطوع الخلق لربّ العالمين.

أمّا بعد:أوصيكم عباد الله وايّاي بتقو الله لإانّها شعار المتّقين. ووصيّة الله للنّاس أجمعين. قال تعالى فى القرآن الكريم, أعوذ بالله من الشّيطان الرّجيم, لبسم الله الرّحمن الرّحيم: ربّنا هب لنا من أزواجناوذرّيّاتنا قرّة أعين واجعلنا للمتّقين اماما .

الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر ولله الحمد

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah!

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Illahi Rabbi yang telah berkenan memberikan nikmat-Nya, sehingga kita bersama-sama dapat melakukan shalat ‘Idul Fitri, yang merupakan salah satu rangkaian ibadah bulan Ramadhan  sekarang ini. Pada hari ini umat Islam di seluruh penjuru dunia serempak mengagungkan nama Allah SWT. seraya mengumandangkan takbir, tahmid dan tahlil yang disertai suasana kegembiraan dan penuh kemenangan. Kita gembira karena kita telah tuntas menjalani ibadah bulan Ramadhan, dalam usaha mencapai kemenangan tersebut.

Namun kegembiraan itu, disertai pula oleh rasa haru. Karena kita haru berpisah dengan bulan Ramadhan yang penuh berkah ini. Jika kita lihat kembali pada zaman para sahabat, ternyata mereka-pun selalu merasa terharu dan sedih bila harus berpisah dengan tamu agung bulan Ramadhan ini. Sekarang hanya satu harapan kita, semoga Allah SWT. menerima segala amal ibadah kita selama bulan Ramadhan yang baru saja berlalu, dan semoga kita diberi kesempatan untuk bertemu kembali pada tahun mendatang.

الله أكبر, الله أكبر, الله أكبر

Ma’asyiral muslimin, rahimakumullah!

Bulan Ramadhan adalah bulan ibadah dan seka-ligus bulan Pendidikan dan pembinaan ketaqwaan. Bulan ini merupakan sarana untuk meningkatkan derajat ketaqwaan serta kualitas dan kuantitas ibadah kita. Tanpa didasari ketaqwaan yang tinggi, maka peningkatan ibadah tidak akan berhasil.

Kita menyadari bahwa ketaqwaan adalah suatu nilai yang dinamis yang perlu secara terus menerus dibina oleh setiap individu, karena pada suatu saat nilai keimanan tersebut dapat menurun dan dapat pula meningkat.

Ketangguhan nilai ketaqwaan sangat diperlukan karena kita senantiasa dihadapkan kepada tata nilai sosial budaya yang sedang bergeser ke arah yang makin menjauh dari tata nilai agama. Tanpa ketaq-waan yang tangguh perubahan nilai sosial budaya itu dapat menjadi hambatan, gangguan, bahkan ancaman terhadap pembinaan kehidupan kita untuk menuju mardhatillah.

Mahasuci Allah yang telah menjadikan bulan Ramadhan sebagai bulan pendidikan ketaqwaan bagi orang-orang yang beriman sebagai-mana yang difirmankan-Nya dalam Alquran :

“Hai orang-orang yang beriman telah diwajibkan atas kamu bersaum seperti telah diwajibkan kepada orang-orang sebelum kamu mudah-mudahan kamu menjadi orang-orang yang bertakwa”. (Q.S. Al-Baqarah,2: 183)

Kita menyadari bahwa kata “mudah-mudahan kamu” menunjukkan bahwa tidak semua akan ber-hasil dalam perjuangan meningkatkan ketaqwaan dalam bulan Ramadhan ini, sebab semuanya terpulang kepada niat dan keikhlasan pribadi masing-masing dalam menjalankan ibadah saum tersebut.

الله أكبر, الله أكبر, الله أكبر

Ma’asyiral muslimin, rahimakumullah!

Marilah kita kaji lebih jauh makna ibadah dan taqwa yang telah kita jalani dalam bulan Ramadhan. Telah diutarakan di atas bahwa ibadah dan taqwa tidak dapat dipisahkan satu dari yang lain. Ibadah akan kehilangan maknanya jika tidak didasarkan atas nilai-nilai ketaqwaan. Begitu pula taqwa akan kehilangan maknanya jika tidak diimplementasikan dalam wujud ibadah. Kita yakin bahwa taqwa merupakan kekuatan iman yang penuh rasa berserah diri terhadap kekuasaan Allah I. sebagai landasan yang kokoh bagi pelaksanaan amal ibadah kita. Karena itu maka amal ibadah kita sepenuhnya dilakukan dalam rangka mencari mardhatillah.

Kita menyadari bahwa kita masih sering mem-persempit arti ibadah dengan menempatkan ibadah yang bersifat ritual dan personal seakan-akan tidak mempunyai kaitan dengan dimensi sosial dan kultural. Acapkali kita terbuai untuk mencari kepuasan pribadi dalam ibadah langsung tanpa memberi makna kepada kehidupan di lingkungan kita. Sebaliknya, acapkali terjadi, kita melakukan amal ibadah yang kehilangan nilai ritualnya, karena hanya terpanggil oleh aspek-aspek sosial belaka. Akibatnya amal ibadah kita terlepas dari nilai-nilai ketaqwaan, dan tanpa didasari keikhlasan.

Ibadah tidaklah semata-mata tindakan yang mengikuti perintah dan menjauhi larangan Allah, atau dilakukan karena kebutuhan atas dasar pertimbangan untung rugi semata. Ibadah haruslah dilakukan atas dasar keikhlasan untuk mencapai mardhatillah. Sesungguhnya ibadah yang dilakukan dengan penuh keikhlasan itu akan terpulang kembali kepada pelaku-nya, terkeculi ibadah saum. Ibadah saum adalah untuk Allah I., seperti yang diungkapkan dalam hadits qudsi dari Abi Hurairah, berikut ini; Rasulullah ber-sabda :

قال الله: كلّ عمل ابن آدم له الاّ الصو، فانّه لى وأنا أجزى به

“Allah berfirman: Semua amal anak Adam (ma-nusia) itu kembali kepada mereka sendiri maka sesungguhnya puasa itu untukKu dan Aku berhak membalasnya”.

Kita menyadari semua ibadah di luar puasa, ba-nyak kaitannya dengan kepentingan manusia sendiri. Kita sadari dalam ibadah shalat, misalnya penuh dengan permohonan-permohonan untuk kepentingan kehidupan kita, permohonan petunjuk ke jalan yang lurus, permohonan memperoleh rizki, memperoleh kesehatan dan lain-lain, ibadah zakat menyangkut pula kepentingan umat manusia sendiri. Namun ibadah shaum betul-betul untuk Allah I. dan hanya dilandasi rasa keiklasan semata tidak menyangkut masalah kepentingan manusia.

Kita mengharapkan perpisahan dengan bulan Ramadhan ini akan meninggalkan kesan serta mem-berikan bekas yang mendalam. Maka baiklah kita renungkan bagaimana mengimplementasikan nilai-nilai keagamaan serta keikhlasan yang telah kita alami selama itu dalam kehidupan kita selanjutnya. Dengan kata lain bagaimana derajat ketaqwaan yang telah kita capai selama bulan Ramadhan yang lalu menjadi dasar amal perbuatan kita dalam pengabdian kita kepada-Nya, serta partisipasi kita dalam pem-bangunan untuk meningkatkan kesejahteraan bangsa dan umat manusia.

الله أكبر, الله أكبر, الله أكبر

Ma’asyiral muslimin rahima kumullah

Peningkatan ketaqwaan yang kita peroleh mela-lui ibadah Ramadhan, yang disertai latihan keikhlasan ini, hendaknya juga terwujud dalam tingkah laku sehari-hari yang menampilkan perilaku yang Islami. Nilai-nilai yang bersifat vertikal (taqarrub ilallah) yang kita petik selama menjalankan amal ibadah dalam bulan Ramadhan yang lalu itu hendaknya men-jadi dasar bagi segenap perbuatan kita selanjutnya, sehingga semua amal kita itu akan merupakan ibadah kepada-Nya.

Dengan semangat keikhlasan ini diharapkan umat Islam akan mampu memberikan andil yang ber-arti dalam memecahkan setiap persoalan sosial kul-tural yang dihadapi umat manusia. Bertitik tolak dari landasan pokok bahwa setiap tingkah laku perbuatan dan usaha adalah dalam kerangka besar mendekatkan diri kepada Allah, maka pemecahan masalah yang di-hadapi manusia pun harus dilakukan da­lam kerangka itu pula.

الله أكبر, الله أكبر, الله أكبر

Hadirin jamaah ‘ld rahimakumuliah!

Mari kita simak salah satu firman Allah SWT. dalam al-Qur’an sebagai berikut :

“Dan janganlah kamu palingkan muka dari orang-orang dan janganlah berjalan dengan angkuh di muka bumi ini, sesungguhnya Allah tidak suka pada orang-orang yang sombong dan mebanggakan diri”. (Q.S. Luqman, 31: 18)

Ayat ini merupakan pedoman yang kokoh bagi kita dalam men­jalankan kehidupan sosial kita. Secara tegas ayat ini menunjukkan kepada kita bahwa kita tidak boleh melepaskan diri dari tanggung jawab sosial. Kita diperintahkan untuk peka dan bertang-gung jawab terhadap permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat dan umat manusia. Kita diperintah-kan untuk senantiasa meningkatkan kesetiakawanan sosial kita. Dengan kata lain, kita diperintahkan untuk berperan aktif dalam pembangunan masyarakat, bangsa, dan umat manusia. Kita dilarang untuk som-bong dan membanggakan diri sendiri. Karena hal yang demikian itu tidak disukai Allah I.

Kiranya ayat di atas secara jelas menunjukkan kepada kita akan keharusan terjadinya ibadah ritual (makhdhoh) dengan ibadah muamalah kemasyarakat-an (ghoer makhdhoh). Keduanya haruslah berhubung-an timbal balik, saling mengisi, dan saling memberi makna. Ibadah ritual mempengaruhi kehidupan dan hubungan sosial kita, dan sebaliknya ibadah muama-lah kemasyarakatan kita berdampak positif terhadap keikhlasan pelaksanaan ritual kita.

Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori-Muslim berikut ini lebih jauh menggariskan tanggung jawab sosial umat Islam tersebut di atas :

لا يؤمن أحدكم حتّى يحبّ لأخيه ما يحبّ لنفسه.

‘Tidak beriman salah seorang dari padamu sampai dia mencin­tai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri”. (H.R. Bukhori-Muslim)

Kata mencintai di sini amat dalam artinya, yaitu hubungan yang saling menguntungkan, kerjasama yang serasi dan harmonis, dan memperlakukan orang lain yang seiman seperti dia memperlakukan dirinya sendiri. Dengan demikian tanggung jawab sosial se-orang muslim antara lain adalah secara bertanggung jawab berpartisipasi aktif dalam pembangunan ma-syarakat, ikut serta dalam memecahkan masalah-masalah sosial, tidak angkuh dan sombong tetapi sela-lu mencintai sesama manusia.

Dilihat dari segi tanggung jawab sosial ini, maka proses pendidikan dan pembinaan diri yang kita laku-kan dalam rangka meningkatkan ketaqwaan kepada Allah, hendaknya tidak hanya dirasakan oleh individu tetapi juga harus dirasakan oleh lingkungan sosialnya. Setiap kita haruslah bertanya kepada diri kita sendiri, sejauh mana nilai-nilai ketaqwaan yang telah kita bina selama bulan Ramadhan itu mampu meningkatkan tanggung jawab sosial kita masing-masing.

الله أكبر, الله أكبر, الله أكبر

Ma’asyiral muslimin rahimakumullaah!

Pada era informasi modern sekarang ini kehi-dupan masyarakat makin rumit. Tantangan yang di-hadapi oleh masyarakat dan individu makin berat. Usaha-usaha untuk melaksanakan nilai-nilai sosial kultural yang Islami semakin mendapat tantangan yang keras. Untuk itu diperlukan ketaqwaaan yang kuat, ilmu yang tinggi dan teknologi yang canggih. Tanpa itu akan sukar bagi umat Islam menangkal tantangan dan kendala yang dihadapinya. Dibutuhkan kearifan untuk berbuat dan bertindak yang sesuai dengan sunatullah dan sunatur rasul. Al-hamdulillah kita memiliki dinul Islam, agama yang sempurna, yang memberikan kepada kita dasar-dasar kuat untuk menghadapi semua tantangan itu supaya selamat dunia akhirat.

Kemajuan ilmu dan teknologi tidak hanya mem-berikan kemudahan kepada manusia untuk memenu-hi kebutuhan hidupnya, tetapi dapat pula membawa manusia lepas dari kaidah-kaidah hidup yang Islami yang serba dangkal. Hal yang terakhir ini dapat mengakibatkan kehidupan manusia lepas dari nilai-nilai kemanusiaan yang paling asasi dan juga terpisah dari nilai-nilai ketuhanan. Akhirnya manusia akan terbelenggu dan diperbudak oleh ciptaannya sendiri. Pada gilirannya manusia akan mempertuhankan ciptaannya itu.

Untuk itulah ilmu pengetahuan dan teknologi yang dianggap netral itu haruslah diletakkan dalam perspektif keimanan kepada kekuasaan Allah yang maha agung. Ajaran Islam dengan tegas menunjuk-kan kepada kita bahwa perkembangan ilmu pengeta-huan dan kecanggihan teknologi itu haruslah lebih mendekatkan diri kita kepada kebenaran Ilahi. Untuk mencapai sikap dan watak yang demikian itu maka pendidikan nilai ketaqwaan menjadi amat penting. Dan ini pulalah arti salah satu arti penting dari amal ibadah yang baru saja kita lalui dalam bulan Ramadh-an yang baru lalu.

الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر.

Ma’asyiral muslimin rahimakumuilah!

Islam tidak membenci ilmu pengetahuan. Bah-kan Islam menganggap ilmu pengetahuan sangat penting bagi manusia, dan mendorong manusia untuk menuntut dan mengembangkannya. Islam sa­ngat menganjurkan manusia untuk mencari dan menuntut ilmu. Wajib hukumnya bagi muslim laki-laki dan perempuan untuk menuntut ilmu. Islam menghargai potensi berpikir yang dimiliki manusia dan memberi kebebasan untuk menggunakan dan mengembang-kannya. Potensi berpikir itu haruslah senantiasa dibi-na, dipertajam, dan diperluas untuk kemaslahatan hidup manusia dunia dan akhirat.

Dampak perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah ktta rasakan bersama. Dampak per-kembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, ter-utama teknologi industri, telah merasuk ke segala la-pisan masyarakat kita. Sementara itu dampak tekno-logi pasca in­dustri telah pula mulai masuk ke dalam kehidupan kota-kota besar kita. Perkembangan ini tentu akan berjalan amat cepat. Ini semua menuntut kewaspadaan kita. Untuk dapat menghadapi perubah-an sosial-kultural yang amat cepat sebagai akibat perkembangan ilmu dan teknologi yang amat pesat itu dibutuhkan antisipasi yang tepat. Tanpa antisipasi yang baik maka kita dapat saja terpelosok kedalam suatu dilema kemasyarakatan dan kebudayaan yang makin pelik. Pada gilirannya dilema ini akan melahir-kan krisis identitas dan perilaku menyimpang. Hal ini merupakan tantangan yang amat besar bagi pen- didikan kita.  Allah telah memperingatkan kita semua, seperti yang difirmankannya dalam Surat Ar-Rum :

“Telah kelihatan kerusakan di daratan dan di tautan, disebabkan usaha tangan manusia, karena Allah hendak merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, supaya mereka kembali. (Q.S. Ar-Rum,30: 41)

الله أكبر, الله أكبر, الله أكبر

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah!

Sekali lagi, Islam sangat berpihak kepada ilmu pengetahuan dan teknologi. Akan tetapi umat Islam harus tetap konsisten bahwa perkembangan dan aplikasi ilmu dan teknologi yang tidak didasarkan atas semangat tauhid, dapat mengakibatkan dan membawa kemadaratan bagi kehidupan manusia. Kita yakin bahwa Islam mampu untuk dijadikan sebagai penangkal dampak destruktif dari penerapan ilmu dan teknologi yang bersifat negatif. Kita yakin pula bahwa Islam merupakan satu-satunya risalah yang mampu secara efektif menjawab akibat negatif dari perkem-bangan ilmu dan teknologi. Untuk itu maka umat Islam harus mulai secara sungguh-sungguh mencari, menemukan dan mengembangkan ilmu dan teknologi yang selaras dengan prinsip-prinsip ajaran Allah  yang dibawa oleh Rasulullah.

الله أكبر, الله أكبر, الله أكبر

Tidak dapat disangkal bahwa ilmu pendidikan dan keguruan amatlah penting, bahkan amat strategis dalam memelihara, mengem­bangkan, mempertajam dan memperhalus kemampuan berpikir. Pen­didikan dan keguruan merupakan alat yang amat penting dalam me­ngembangkan ketaqwaan peserta didik. Kita patut bersyukur bahwa di dalam GBHN dan UU nomor 2 tahun 1989 (sekarang UU nomor 20 tahun 2003) tentang sistem pendidikan nasional secara tegas menyatakan bahwa tujuan pendidikan adalah men-cerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia In­donesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Rumusan ini selaras dengan apa yang digariskan Allah I. dalam al-Qur`an Surat al Baqarah ayat 151 berikut:

“Sebagaimana Kami telah mengutus untuk kamu seorang Rasul dari golongan kamu sendiri, dibacakannya kepadamu keterangan-keterangan Kami, disucikannya kamu, diajarkannya kepadamu Kitab dan Hikmat (kebijaksanaan) dan juga diajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui”. (Q.S. al-Baqarah,2: 151)

Tujuan pendidikan menurut al-Quran adalah mengembangkan kemampuan mental spiritual manu-sia sedemikian rupa, sehingga pe­ngetahuan yang di-milikinya menyatu secara organik dengan seluruh kepribadian yang kreatif. Hal ini dikemukakan oleh cendikiawan muslim Fazlur Rahman dalam Islamic Studies halaman 315.

Pendidikan hauas mampu mengembangkan potensi manusia secara utuh sehingga dapat men-dorong kreatifitas untuk menemukan dan menerap-kan iltnu pengetahuan dan teknologi secara total selaras dengan ajaran Islam, Proses penemuan dan pengembangan itu tidak boleh berdampak negatif terhadap kehidupan manusia, apalagi membuat ma-nusia menjadi congkak dan pongah, sehingga meng-hilangkan ketaqwaannya terhadap Allah I. Ingatlah pesan Lukman AS kepada putranya yang tercantum dalam al- Quran Surat Lukman ayat 13 sebagai berikut:

“Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya dan ia mengajarnya: Hai anakku! Janganlah engkau mempersekutukan Allah; Sesungguhnya mempersekutukan Allah itu adalah dosa yang besar”. (Q.S. Luqman,31: 13)

Mempersekutukan Allah atau musyrik merupa-kan kezaliman yang besar. Kalau kita tidak hati-hati, penguasaan ilmu dan teknologi dapat menyebabkan manusia pongah dan sombong, yang pada gilirannya akan menimbulkan kemusyrikan. Karena itulah maka pendidikan yang berfungsi untuk mengembangkan ilmu dan teknologi itu haruslah selalu disertai dan didasari oleh pendidikan ketaqwaan kepada Allah I.

Selanjutnya dalam ayat ke-17 surat Luqman, dapat ditemukan pendekatan metodologis pendidikan ketaqwaan tersebut :

“Hal Anakku! Dirikanlah shalat, suruhlah (orang) mengerjkan yang baik, cegahlah perbuatan yang buruk, dan berhati teguhlah menghadapi apa yang menimpa engkau; sesungguhnya (sikap) yang demikian itu masuk perintah yang sungguh-sungguh”. (Q.S. Luqman,31: 17)

الله أكبر, الله أكبر, الله أكبر

Hadirin Ma’asyiral muslimin rahimakumullah!

Peranan guru amatlah penting dalam proses ke-taqwaan, bahkan keberhasilan pendidikan amat di-tentukan oleh kualitas guru. Oleh karena itu lembaga pendidikaan tenaga kependidikan seperti IKIP ini memegang peranan kunci dalam menentukan keber-hasilan pendi­dikan ketaqwaan bagi generasi depan bangsa. Arti penting dari profesi dan jabatan guru ini pernah dikemukakan oleh Imam Al Gazali sebagai berikut :

“Sebaik-baik makhluk di atas bumi ini adalah manusia dan sebaik-baiknya tubuh manusia adalah hati. Sedangkan guru berusaha untuk menyempurnakannya, membersihkan dan mengarahkan untuk mendekatkan diri pada Allah azza wajalla. Maka mengajarkan ilmu adalah salah satu bentuk ibadah dan termasuk memenuhi tugas kekhalifahan yang paling utama. Allah membukakan hati seorang yang pandai (‘alim) suatu pengetahuan yang merupakan sifatnya yang paling istimewa. Dengan demikian ia merupakan penyimpan khasanah harta yang mulia”.

الله أكبر, الله أكبر, الله أكبر ولله الحمد

Guru harus ikhlas, dan keikhlasan itu akan tum-buh jika perbuatannya di dasarkan atas nilai-nilai ketaqwaan. Tindakan yang didasarkan kepada ke-ikhlasan itulah yang membuat tugas dan profesi keguruan itu menjadi agung, sebagaimana yang dijelaskan lebih lanjut oleh Imam Al Gazali dalam bukunya Ihya ‘Ulumuddin :

“Barang siapa berilmu dan mengamalkan ilmunya, itulah yang disebut orang yang agung dalam kerajaan langit. Ia bagaikan matahari yang mampu menyinari dirinya sendiri. Ia bagaikan parfum yang dapat mengharumkan orang lain dan ia sendiri harum. Barang siapa yang memllih profesi guru berarti terbilang dalam karya agung dan usaha raksasa. Karena itu harm menjaga akhlak dan tugasnya”.

Sungguh keliru orang yang memberikan arti kecil terhadap pen­didikan dan peranan guru. Peranan guru amatlah besar dalam membantu manusia secara individu dan generasi bangsa secara seluruhan. Karena itu untuk mencepai tujuan pendidikan nasio-nal seperti yang dinyatakan dalam UU sistem pen-didikan Nasional kita, tidaklah cukup pendidikan guru yang hanya berisi pendidikan ilmu pengetahuan dan teknologi semata. Pendidikan guru haruslah secara kuat dilandaskan kepada pendidikan ketaqwaan kepada Allah, dan didasarkan kepada ideologi dan kepribadian bangsa. Pendidikan seperti ini haruslah ditangani secara tersendiri, sungguh-sungguh dan profesional, karena tanpa itu semua akan sukar kita harapkan lahirnya guru yang berkepribadian taqwa, berpengetahuan luas, dan berjiwa ikhlas.

Makna sari seluruh rangkaian ibadah yang kita lakukan sela­ma bulan Ramadhan seperti tarawih, tadarus, makan sahur, i’tikaf, tahajud, menahan lapar dan dahaga, ta’jil bersama, zakat fitrah, shalat ‘ied, takbir, tahmid, tahlil, dan silaturahmi, memberikan sumbangan terhadap peningkatan kualitas ibadah dan kualitas taqwa kita. Rangkaian amal ibadah itu juga memberi andil dalam rangka kita membina dan meningkatkan pengabdian dan partisipasi kita dalam pembangunan bangsa yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

الله أكبر, الله أكبر, الله أكبر

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah!

Setelah kita melakukan ibadah shaum, ibadah khusus bagi Allah selama satu bulan, kita diperin-tahkan untuk melakukan ibadah zakat fitrah. Ini jelas-jelas kita diingatkan agar mampu menjalinkan serta menyelaraskan antara ibadah langsung kepada Allah dengan ibadah muamalah kemasyarakatan.

Ibadah zakat fitrah mempunyai berbagai macam makna dan hikmah. Pertama menumbuhkan nilai-nilai dan rasa kasih sayang ter­hadap fakir miskin merupakan kepekaan dan tanggung jawab sosial yang mewujudkan kesetiakawanan sosial. Nilai-nilai luhur itu hendaknya tumbuh bukan atas dasar belas kasihan yang bersifat sementara, melainkan haruslah didasar-kan kepada mencari keridhoan Allah semata. Sebab dasar belas kasihan tidak akan mampu memecahkan masalah sosial kefakiran dan kemiskinan yang diha-dapi oleh para mustahiq. Bahkan mungkin hal itu hanya akan memperkuat struktur kefakiran dan kemiskinan sehingga memupuk sifat ketergantungan. Kita harus menghilangkan kesan bahwa Islam mento-lelir adanya ke­miskinan. Sebaliknya kita harus me-nunjukkan bahwa Islam menaruh perhatian yang sungguh-sungguh terhadap usaha perbaikan kehidup-an sosial ekonomi umat dan mengurangi kemiskinan secara konsepsional.

Hikmah yang kedua dari ibadah zakat fitrah ini adalah menumbuhkan rasa harga diri pada setiap diri seseorang muslim. Sebab seorang muslim yang serba kekurangan pun diharapkan mampu sekali-sekali menjadi seorang pemberi dengan melaksanakan pula zakat fit­rah, walaupun mungkin yang dizakatkan itu pemberian dari orang lain. Mudah-mudahan rasa harga diri muncul mengingat ajaran Islam menya-takan bahwa tangan di atas itu lebih baik dari tangan di bawah. Ajaran mengharuskan kita untuk dapat lebih memberi makna terhadap ibadah zakat kita. Zakat fitrah hendaknya tidak hanya sekedar memberi makanan dalam jumlah tertentu (yang amat terbatas) melainkan haruslah mampu membangkitkan kesetia-kawanan sosial yang pada gilirannya akan me-ngurangi kemiskinan struktural. Jika kita mampu melakukan hal yang seperti itu maka ia akan menjadi sumbangan yang besar terhadap tranformasi sosial dan budaya dalam memperbaiki kehidupan umat.

Kemiskinan yang dihadapi oleh masyarakat kita tidak hanya terbatas kepada kemiskinan harta benda. Kemiskinan yang kita hadapi mengandung arti yang lebih luas yang meliputi kemiskinan penalaran, ke-miskinan pendidikan dan kemiskinan aqidah. Ini semua merupakan permasalahan yang dihadapi umat Islam Indonesia. Usa-ha pemecahan terhadap masalah ini menuntut adanya keterlibatan dan kerjasama berbagai pihak para ulama, umaro, cendikiawan mus­lim, bahkan seluruh lapisan masyarakat Islam untuk mencari alternatif pemecahannya dengan lebih mem-fungsionalkan secara tepat lembaga zakat menurut ajaran Islam. Dengan demikian hikmah iba­dah zakat fitrah tidak hanya sekedar memberikan 2,5 kg. (dua setengah kilo gram) beras kepada kaum fakir miskin, tetapi ia merupakan sarana dan kekuatan moral yang amat besar untuk membangun masyarakat sejahtera yang sejahtera yang penuh rahmat dan maghfirah dari Allah I.

الله أكبر, الله أكبر, الله أكبر

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah!

Untuk semua hal, perbuatan, niat, dan harapan yang telah kita lakukan selama bulan Ramadhan da-lam usaha meningkatkan ketaq­waan kita, kita kem-balikan kepada Allah I. semata. Mudah-mu­dahan segala amal dan perbuatan kita diterima oleh-Nya, dan dapat membentuk ketaqwaan kita yang lebih tinggi dan berdampak positif kepada lingkungan masyarakat kita.  Marilah kita tunjukkan pada dunia bahwa aqidah Islam bukanlah kepercayaan yang bersifat in­dividual semata. Kepribadian Islam tidaklah bersifat eksklusif. Marilah kita tunjukkan bahwa Islam adalah ajaran yang seimbang, ia memperhatikan kehi-dupan individu dan masyarakat secara serasi. Aq­idah Islam menjadikan konsep ibadah sebagai pengabdian ksikhlasan yang berwawasan ketauhidan, dan berusa-ha meninggalkan sifat sifat ujub, riya, takabur dan ingin puji. Sesunguhnya segala puji bagi Allah I.

Akhirnya merilah kita saling memaafkan bila terdapat kesalahan dan kealpaan di antara kita. Saya atas nama pribadi dan keluarga serta atas nama pimpinan IKIP Bandung menyampaikan ucapan “Selamat Hari Raya Idul Fitri 1409 H”. Mohon maaf lahir bathin takabbalallahu minna wa minkum. Semoga semua amal ibadah kita diterima Allah I. Amiin.

انّ الله وملئكته يصلّون على النّبيّ, يآ ايّها الّذين آمنوا صلّوا عليه وسلّموا تسليما. اللّهمّ صلّ على سيّدنا محمّد, وعلى آله وصحبه أجمعين. آمين يا ربّ العالمين .

اللّهمّ أكمل لنا ديننا, وأتمم علينا نعمتك, واجعلنا عبدا شكورا وعبدا كريما.

اللّهمّ حسّن أخلاقنا, وصحّح أجسادنا, ونوّر قلوبنا, وأحسن أعمالنا, والى الخير قرّبنا, وعن الشّرّ بعدنا, واقض حوائجنا فى الدنيا ولآخرة.

ربّنا اغفرلنا ولوالدينا ولاخواننا الّذين سبقونا بالايمان, ولا تجعل فى قلوبنا غلاّ للّذين آمنوا ربّنا انّك رءوف الرّحيم .

ربّنا آتنا فى الدّنيا حسنة, وفى الآخرة حسنة, وقنا عذاب النّار.

سبحان ربّك ربّ العزّة عمّا يصفون, وسلام على المرسلين, والحمد لله ربّ العالمين.

والسّلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Leave a Reply

Your email address will not be published.