Insan Kamil

Allah menciptakan Adam A.S dari segumpal tanah, dan ketika bentuk secara fisik dan anatominya telah sempurna maka Allah meniupkan sebagian kecil dari nur-Nya kepada fisik itu, maka jadilah sosok manusia yang bernyawa, yang sempurna seperti diabadikan Tuhan : Laqod kholaqnal insana fii ahsani taqwiim. Jadi kesempurnaan manusia dalam persfektif  al-Qur’an adalah bersatunya dua aspek yang saling melengkapi: (1) nur ilahi, dan (2) jasad ragawi yang bersatu dalam sosok yang bernama insan.

Jadi dalam diri manusia ada unsur, yaitu unsur langit, yaitu ruh, cahaya, ilahi, akhirat, samawi, dan ada unsur duniawi, ragawi, yang harus dijaga agar kita menjadi insan kamil. Dapat difahami bila dikatakan setiap bayi dilahirkan dalam keadaan suci, karena memang dia baru datang ke dunia. Seiring dengan berjalannya waktu dan bertambahnya usia, maka dunia telah menjadi kerangkeng, penjara, yang penuh pesona, gemerlap, manis. Di dunia ada kekayaan, ada gelar, ada pangkat, dan jabatan. Manusia berasal dari tanah atau bumi, dan tanah mengandung mas, perak, dan logam lainnya. Wajar jika manusia menginginkan gemerlap perhiasan itu. Dia menginginkan lahan berhektar-hektar, berkavling-kavling, kendaraan, pakaian, untuk dikoleksi. Bumi ditumbuhi pohon-pohon dan tumbuhan lainnya. Maka manusia wajar menjadi berlomba-lomba menebang pohon, menyelundupkannya, dan menjualnya. Bumi mengandung minyak bumi, maka wajar manusia menjadi serakah ingin menguasai sumber-sumber energi bumi. Itu semuanya dilukiskan al-Qur’an Wamal hayatuddunya illa mataa’ul ghurur dan tidaklah dunia itu kecuali sekadar permainan dan tipu daya dan pura-pura belaka. Analoginya, kita asyik bermain tenis sebagai permainan. Lalu setelah 1, 2, dan 3 set permainan selesailah sudah! Demikian juga dengan dunia.

Insan kamil adalah khalifah yang berjalan atau menggerakkan roda kehidupan di muka bumi dengan etika dan norma demi kemaslahatan umat manusia. Dan etika dan norma yang dijamin benar adalah agama. Addinu nashihah, agama itu nasihat demi kemaslahatan. Agama, cahaya ilahi, cahaya langit menerangi  khalifah dalam menjalankan roda kehidupan. Seperti matahari dari atas menyinari bumi. Artinya dalam setiap langkah kehidupan dari waktu ke waktu kita berkonsultasi kepada Tuhan dalam bentuk doa atau dzikrullah. Keseluruhan shalat kita adalah doa. Doa adalah intisari ibadah atau mukhukul ibadah. Nabi mengajarkan dan mewariskan doa untuk setiap langkah dan episode kehidupan sehari-hari. Ada doa sebelum tidur, bangun tidur, masuk toilet, keluar toilet, doa bercermin, doa berpakaian, doa masuk kendaraan, doa melihat musuh, doa masuk dan keluar masjid, doa melihat gerhana, dan sebagainya. Ada shalat duha, shalat malam, shalat istikharah, shalat hajat, disamping shalat-shalat fardlu. Ini ajaran Rasul bahwa beliau itu untuk setiap kegiatan selalu berkonsultasi kepada Allah SWT. Orang yang lupa berdoa adalah manusia sombong, takabbur, gede hulu, dan lupa diri. Orang yang selalu berdoa tidak akan tersesat, tidak akan mencelakakan dirinya apalagi orang lain.

Kita ambil dua contoh doa yang diajarkan Nabi saat memasuki masjid dan keluar masjid. Saat memasuki masjid beliau berdoa: Allahummaftah li abwaba rahmatik. Ya Allah bukakanlah bagiku pintu-pintu rahmatMu. Perhatikan kata jamak abwab yakni pintu-pintu. Betapa banyaknya pintu rahmat di dalam masjid ini. Betapa bodohnya mereka yang enggan masuk masjid, tidak tahu betapa pintu-pintu rahmat itu tak terhingga. Semakin sering masuk dan tinggal di masjid, semakin banyak pintu rahmat untuk dimasukinya. Apa itu rahmat? Sebuah doa lain dibaca Rasul: Allahumma inni asaluka rahmatan min ‘indika tahdi biha qalbi, watajmau’ biha syamli, waturaddu biha fitnati ‘anni.

Dan ketika keluar masjid, Rasulullah membaca doa: Allahumma inni asaluka min fadlika. Ya Allah aku memohon kepadaMu sebagian dari karuniaMu. Kehidupan duniawi itu ada di luar masjid. Misalnya, mencari ilmu pengetahuan dan mencari rizki. Ketika melangkah keluar masjid, kita mencari ilmu, mencari rizki, dan melaksanakan rutinitas kantor, maka hati kita telah dibekali rahmat yang diperoleh dari masjid ini. Kehidupannya tidak akan melenceng. Tidak akan tersesat ke jalan salah, tidak akan terjerat maksiat, tidak akan merusak alam semesta, tidak akan merusak dan menyakiti sesama manusia. Inilah insan kamil!

Laqod kholaknal insaana fii ahsani taqwim. Tsumma rodadnaahu asfala safiliin. Ilalladzina amanu waamilusshalihati.

Almuslimu man salimal muslimuna min lisanihi wayadihi

Seorang muslim tidak pernah mencelakakan, menyakiti, atau menggangu muslim lainnya dengan perkataannya atau tangannya. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad dalam musnad: apabila manusia memasuki pagi hari, maka seluruh anggota badannya meminta dukungan kepada lisan dan berkata, “Bertakwalah kepada Allah untuk mendukung kami. Jika kamu lurus, maka kamu pun lurus dan jika kamu menyimpang, maka kami pun menyimpang.” Dalam hadits lain Muadz bin Jabal r.a. dia berkata, “Ungkapan terakhir yang aku terima dari Rasul, ialah pertanyaanku kepadanya, ‘Wahai Rasulullah amal apa yang paling dicintai Allah Ta’ala! Maka beliau bersabda, “Hendaklah kamu meninggal pada saat bibirmu masih basah lantaran berdzikir kepada Allah Ta’ala.

Dalam dua bulan terakhir ini kita menyaksikan perilaku pemimpin yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Sebutlah Mesir, Tunisia, Yaman, dan Libya yang lisan dan perbuatannya tampaknya jauh dari al hadits tadi. Atas perintahnya para pemimpin itu tentara justru menyerang warga negaranya, sehingga ratusan orang meninggal. Bukankah seorang pemimpin seyogyanya melindungi warga negaranya. Demikianlah sebuah gambar ketika seorang pemimpin sudah terbelenggu oleh penjara dan karangkeng dunia, nafsu untuk berkuasa tanpa batas. Tidak lagi dipandu cahaya ilahi, cahaya samawi, sehingga bukan lagi sebagai khalifah di muka bumi, justru merusak bangsanya sendiri.

Didalam negeri sendiri kita baru saja dikejutkan dengan peledakan bom di dalam masjid, rumah Allah, yang sesungguhnya penuh dengan pintu-pintu rahmat. Para pelaku adalah mereka yang telah mendapat ajaran sesat. Menurut pengakuan para orangtua dan anggota kelompok itu, anak-anak mereka berprilaku sangat tidak sopan, berdusta, dan bahkan mengkafirkan orangtua. Padahal Islam mengajarkan untuk bersopan santun kepada orangtua. Wabilwaalidaini ihsana. Bahkan ketika berbeda agama sekalipun anak harus tetap hormat kepada orangtua. Wain jahadaka ‘ala an tusyrika bi ma laisa laka bihi ilmu fala tuti’huma washohibhuma fiddunya ma’rufa. Dari sudut cara berkata dan berprilaku saja, kelompok ini sudah bertentangan dengan ajaran Islam.

Islam mengatur kehidupan bahkan cara berperang. Ketika berperang Sayyidina Ali berhasil menjatuhkan seorang musuh yang musyrik dan hampir menebasnya dengan pedang. Saking bencinya kepada Sayyidina Ali musuh itu meludahi wajah Ali, sehingga beliau marah dan membenci si musyrik itu. Dalam keadaan marah dia cepat konsultasi atau dzikir kepada Allah, maka Ali urung mengeksekusi musuh karena takut membunuh didasari kebencian, bukan karena Allah.  Sebaliknya peristiwa peledakan bom di masjid jelas-jelas ingin melakukan pembunuhan kepada mereka yang sedang khusyu beribadah, bukan dalam suasana perang, dan yang menjadi target pemboman adalah sesama muslim.

Semoga anak kita, saudara kita, tetangga kita tidak akan terpengaruh oleh ajaran-ajaran yang bertentangan dengan Islam. Semoga kampus ini tidak tersusupi oleh elemen-elemen yang mengatasnamakan Islam tapi justru menghancurkan Islam.

Oleh, Prof. H. A. Chaedar Alwasilah, MA., Ph.D

Leave a Reply

Your email address will not be published.